Menunggu Ia Pergi Meninggalkanku

0 koment

Jumat, 13 Januari 2012

Sudah dua hari aku termenung di bawah secercah harapan sore. Benar-benar buang-buang waktu, karena malam akan menutup hari tanpa mau tau aku. Tapi hari ini aku masih tetap menemani sore hingga ia akhirnya meninggalkanku.

Meski cuaca di atap langit tidak mendukung, meski air mengalir tak peduli membasahiku, atau angin yang keras berhembus hingga membuat dahan dan ranting berbunyi nyaring hendak menjatuhiku. Aku tetap duduk dan terdiam hingga aku melihat sore meninggalkanku seorang diri.
Hatiku nyeri, saat pertama kali di perlakukan sore seperti ini. Tapi, lambat laun aku sadar. Sore menawarkan pemandangan yang sudah aku kagumi sebelum aku mengenalnya. Sejak kecil, sunset adalah sebuah pemandangan paling indah yang pernah kutemui. Meski sunset adalah sebuah salam terakhir bagi sore. Ia tetap memiliki hati, karena memberi kebahagiaan selepas kepergiannya. Tidak seperti sore yang meninggalkanku dengan muka tak acuh, dan hati yang entah di letakan di bagian mana.

Aku mendengus kesal, titian air mata yang berjatuhan adalah saksi dari kebisuanku. Betapa terpukulnya aku meski di dalam diam.

Wajahnya terbayang, seorang lelaki yang cukup tampan rupawan. Dipadu padankan dengan beberapa kekhasan yang dimilikinya. Seperti sweeter yang sering dikenakannya, celana pendek yang selalu dipakai olehnya, dan sebuah dompet yang berisikan foto paling berharga untuknya.

Aku menimbang, sejak aku menjadi bagian dari dompet yang sering dibawanya. Di mana hanya ada Foto Ibu dan Bapaknya. Aku pikir, aku adalah orang ketiga yang ada dihatinya. Tanpa aku tahu, ternyata dibalik foto kedua orang tuanya tersimpan satu foto yang lebih dulu hadir dalam kehidupannya.

Sayang, itu terbuka saat aku menyadari diriku sudah tidak berarti untuknya. Itu artinya, betapa tidak berharganya aku selama ini di matanya.

Aku berdiri. Hari telah berganti, sore tealah lama pergi. Entah kata apa yang aku tunggu darinya, atau kata apa yang ingin sekali aku ucapkan kepadanya. Aku hanya mampu melakukan hal yang sudah aku lakukan sejak kepergiannya.

Jalanku gontai, tubuhku tidak bertenaga. Rasanya, kesedihankulah yang mampu menggerakan tubuhku hingga seperti ini. Karena, sejak kejadian itu. Tak satu aktifitaspun yang mampu aku lakukan. Rasanya kehidupanku tak pernah berputar sekarang, duniaku sudah bukan bundar. Tapi persegi, segitiga, atau lainnya yang tidak pernah mempunyai limitid seperti sebelumnya.

Nafasku tersengal-sengal karena sesak yang dirasakannya. perasaanku tak lagi lurus, tapi berundak-undak. butuh waktu untuk membuat nafasku teratur setelah merasakan sesak.

"Ah... aku lelah." Aku berhenti di tempat gelap. Tak ada yang mampu menatap kelemahanku disini. Setidaknya, sampai mereka bisa melihatku sekuat dipenglihatannya.

"Hay Lia." Sapa Adityo.

"Eh, Hay Dit. Tumben sore-sore ada diluar rumah." Tanyaku ramah.

"Ini bukan sore lagi, udah maghrib tau!" Adityo tidak menatapku curiga.

"Ah elu. Gua kan basa-basi," Jawabku sekenanya.

"Ya ampun Lia... Gua pikir lu bakal nangis darah gara-gara ini." Ucap Adityo ringan, dia memang suka ngomong blak-blakan. Terlebih, ia adalah sahabatku sejak kecil.

"Lu gila. Mana ada cewe tomboy yang nangis sampe berdarah-daranh. Yang feminimnya juga gak ada..." Aku gak kalah terbuka, tapi tak bebas. Hatiku berdenyut, saat Adityo mengungkitnya lagi.

Sebelum adzan berkumandang, kami ngobrol gak karuan. Selama itu, hatiku serasa makin kacau dibuatnya.

oooooo

Hari ini aku kembali di tempat semula. Tapi, kali ini aku datang lebih awal. Sore tampak bersahabat, karena ia tersenyum menawan menampakan keindahan. Atap langit juga bersemu merah, angin jadi sepoi-sepoi membelai pori-poriku yang di banjiri keringat.
Tatapanku bertumpu pada bayangan matahari yang semakin menjauh. Melihatnya pergi perlahan-lahan membuatku kesal. Kenapa harus ada sunset, sebuah keindahan semu, bersifat sementara, dan tidak tulus.

kalimat terakhir sangat tidak cocok. sejak kapan aku bisa menghakimi ketulusan alam. Entah apa mereka juga berharap hal yang sama padaku, untuk menikmatinya dengan tulus.

Aku menunduk, semakin tidak yakin dengan apa yang aku lakukan. Aku tidak ingin sore berlalu begitu saja. itu membuatku canggung, bingung. Bagaimana aku menjelaskan keadaan itu kepada hatiku. Bagaimana aku bisa membuat hatiku mengerti.

Aku kembali menitikan beberapa tetes kesedihanku, yang mulai memuncak. Mencari tempat lain untuk menampungnya. Agar hatiku lega dengan semuanya.

Malam datang, dan aku mulai kehilangan. Ini bukan yang pertama, tapi rasanya masihlah sama. Terlalu sakit, menusuk. Aku melewatinya dengan hati yang sakit bertubi-tubi.

"Lia." Sapa Adityo lagi.

"Eh, elu." Jawabku sedikit tertahan.

"Tumben, kali ini masih sore udah pulang?" Tanyanya curiga.

"Ia. Langit kan cerah," Jawabku pendek.

"Belakangan ini elu sering di tempat itu... Kenapa... Apa..." Adityo mulai mencari tahu.

"Eh, gua balik yah. takut kemalaman." Tutupku, sebelum kembali memulai percakapan baru.

Ini pertama kali aku meninggalkannya. Seperti ini lah saat ia meninggalkanku dulu, tepat dipunggung belakangnya, aku memandanginya.

Sejak itu, aku mulai tidak nyaman berada di sisinya, tempat yang aku percaya sudah tidak ada, begitupun tubuhnya yang selama ini begitu dekat mulai terasa jauh meski ada dihadapanku sekalipun. Ia memang sudah pergi, meninggakan statusku, meninggalkan kehidupanku, meninggalkan cintaku, perhatianku, dan kini ia juga telah pergi dari hatiku.

oooooo

Hari ini aku tak dapat menemui sore ditempat biasa. Aku terbaring lesu di dalam rumah. sejak aku sering menanti sore pergi. Aku jadi tak memikirkan keadaanku sendiri. Meski sakit, panas, demam, batuk, hingga bersin-bersin. Aku tetap pergi untuk menunggu sore pergi di tempat itu.

"Aku gak mau tau. putusin aku!" Ucapku ketus.

"Aku minta maaf..." Ucapnya getir.

"Pokonya aku gak mau tau, putuskan aku." Kali ini aku mengucapkannya dengan nada memerintah.

"Aku mutusin kamu." Ucapnya menurutiku.

"Pergi, tinggalin aku." Ucapku mempersilahkan.

Saat itu juga ia berbalik. Sekalinya melangkahkan kaki ia tak pernah menengok lagi, meski itu sekali. Tanpa kata, tanpa rasa. Aku merasakan darahku bergejolak, menyulutkan api dimana-mana. Hanya saja tanpa kata, tanpa air mata. Aku hanya marah dalam diamku.

Kenangan itu kembali, dan segera kuusir. "Sore... Aku tak lagi mampu menunggumu pergi. Entah itu untuk kata apa yang aku tunggu darimu, atau kata apa yang ingin sekali aku ucapkan kepadamu. Dan sejak hari ini, aku akan merindukanmu."

Nafasku yang pendek-pendek, seakan berhenti dan mencekik. Namun hatiku mulai nyaman, dan merasa sangat tenang.

Beberapa contoh untuk atasan

0 koment

Senin, 09 Januari 2012








   

Guardian Angel :: Page V " Angel Wings "

0 koment

"Apa itu maksudmu Myu. Utuh... karena aku adalah Angel murni?"

"Kenapa mereka bisa menggunakan kekuatan mereka sebelum mengumpulkan kedua belas orang Angel. Sedang aku, msih tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan kekuatanku sendiri. Bahkan aku tidak yakin, kapan alam bawah sadarku ada."

Mataku menerawangi bandul yang berisikan dua sayap kecil. "Apa yang harus aku lakukan denganmu?" Tanyaku, berharap sayap itu memintaku memakainya.

"Angel, apa perbedaan mereka dengan manusia yang tamak." Aku mengomeli kebingunganku, berharap ada titik terang dalam kepalaku.

"Apa lagi yang mereka sembunyikan, mereka terlalu berhati-hati menghadapiku." Mendadak kepalaku pening kembali, aku melihat ada bayangan yang sedang aku ingat. Seseorang dengan dua sayap. "Ah... Sakit!" keluhku, masih terus memegangi kepalaku.

Rasanya ingin pcah, "Siapa? siapa?" tanyaku dalam hati, berharap bisa mengejar bayangannya. "Ah... Sakit!"

"Tian. Apa kau baik-baik saja?" Kiroro menghampiriku dengan cemas.

"Kau harus menahannya, sakit ini akan hilang jika kedua sayapmu terlepas dan terpasang di punggungmu." Jelas Kiroro.

"Kenapa selalu seperti ini..." Keluhku masih merasakan sakit.

"Tubuhmu masih menolak kekuatan itu, sebelum alam bawah sadarmu kembali." Kiroro tak bertindak, meski aku terlihat nyeri di kepalaku.

"Hanya kamu yang mampu mengobati rasa sakitnya, karena kamu adalah kunci pembuka jalan kekuatan itu masuk kedalam tubuhmu."

"Esok akan diadakan sebuah upacara penyatuan kekuatan, kita lihat. Apa kau akan menghisap seluruh kekuatan mereka, atau mereka membantumu menemukan kekuatanmu sendiri." Lanjut Kiroro.

"Lalu apa yang terjadi jika aku mengambil kekuatan mereka?" Aku semakin tidak yakin dengan apa yang aku lakukan.

"Siklus hidupnya akan tetap berjalan. sebelum kekuatan itu menyatu dengan kekuatan yang ada ditubuhmu." Kiroro berpikir keras.

"Jadi, baik ada kekuatan mereka atau tidak. Jika kekuatanku belum terbuka, maka siklus hidup kekuatan itu akan tetap berjalan?" Aku memandangi Kiroro lekat-lekat.

"Y. Angel murni sebelumnya telah gagal, dan menyebabkan kekacauan sebesar ini. beruntung sebelum kami menemukanmu para Angel tidak ada yang membuat onar." Mendengar Kiroro berkata demikian menyudutkanku sebagai penyebab dari semua ini.

"Jangan salah. Pentingnya ada kamu adalah jalan untuk menghentikan kekacauan yang pernah dibuat Angel murni yang terdahulu." Tambahnya, sedikit menghiburku.

oooooo

Hari ini adalah hari yang ditunggu. Aku, Nico, Kaka, dan Lara adalah orang-orang yang bersedia mengikuti upacara, yang lainnya hanya berkeinginan untuk menunggu seleseinya upacara tersebut. Ketika itu.,salah satu dari mereka mungkin akan menikamku diam-diam. Kami tidak tahu sisi baik dan sisi jahat dari kedua penerima kekuatan yang pernah diberikan Kaka dan Nico, Tapi Nico dan Kaka berjanji akan melindungiku seperti Myu yang pernah melindungiku sampai mati.

Ada kecemasan yang menyelimutiku, untuk beberapa alasan. dan ketidak yakinan akan diriku sendiri, apa aku bisa melakukannya seorang diri.

Upacara itu tidak memerlukan persiapan. Hanya butuh seseorang yang tulus, dan memiliki kekuatan untuk memicu apa yang tersimpan di dalam bandul. saat itu pun tiba.

Pertama Kekuatan Kaka yang dialirkan kedalam benda yang ada di dalam bandul, diikuti oleh Nico, Kemudian Lara melakukan hal yang sama. Kulihat ketiga bandul itu bereaksi dan memancarkan kilauan yang lebih terang dari kilauan yang pernah aku lihat. Tapi bandul yang kupegangi tak merespon apapun, bahkan tak menampakan adanya sinar. Aku panik, bagai mana ini. Selang beberapa menit saat kekuatan itu melesat , terpantul dan segera menjatuhiku tiba tiba...

Sleb... Sebuah benda menusuk bagian belakang tubuhku. Cringg... namun kilauan itu terlanjur terpancarkan kearahku. entah apa yang terjadi, sakit yang terus menjalar membuatku limbung. Meski sinar itu masih meremang dari tubuhku.

Aku terpejam, menikmati rasa sakit yang bercampur aduk. Kepalaku ikut  berputar-putar, seakan yang ku tempati sedang runtuh, lalu aku terjatuh dan menunggu dasar untuk kematianku.

oooooo

"Ingatlah, kau adalah Angel!" Suara seseorang mengingatkanku, 

"Aku kan sudah mengatakan. Kau adalah Angel Tian." Tambahnnya.

"Kau harus mencarinya sendiri, hanya kau yang tahu." Untuk ketiga kalinya suara itu terdengar, bayangan Myu pun datang.

"Myu... Apa itu kau. Myu tolong aku, aku sungguh butuh bantuanmu." Aku menggapai-gapai bayanganku, Mencari Myu dalam kegelapanku.

"Myu..." Panggilku. Nafasku mulai menipis. Rasanya butuh udara lebih banyak lagi yang harus masuk ke dalam tubuhku.

Tanganku berhasil, ada sesuatu yang berhasil kupegang. "Myu, Myu..." Panggilku lagi.

"Ah.. Terang." Ucapku dalam hati.

"Tidak, bukan aku yang meganginya. Tapi aku yang dipegangi olehnya." Peganganku kulepaskan, meski begitu aku tidak akan jatuh. Sesuatu memeluku, erat dan lebar.

Cring... aku merasa sesuatu itu adalah bagian tubuhku yang bisa aku gerakan. sesuatu itu melebar, semakin lebar dengan sempurna. Tapi aku tak dapat melihatnya. Aku berputar, terlihat sedikit, berputar lagi, masih terlihat sedikit. siapa kamu jangan seperti anak kecil yang senang dengan petak umpet.

Ah... Aku lelah. Aku merasa sesuatu menepuk-nepuk punggungku. kanan dan kiri, keduanya bergerak bersamaan. tapi gerakan itu dapat aku rasakan sebagai bagian dari tubuhku. aku melihat kedua tanganku tidak bergerak. begitupun kedua kakiku. Apa yang bergerak-gerak.

Kuraba bagian belakangku, ada tulang belakang yang mengganjal. Apa? berbulu, ah... apa aku berubah menjadi hewan.

"Tian. Sadarlah tian, apa kau baik-baik saja?" Ucap seseorang mengagetkanku, perlahan-lahan mataku mulai bisa kubuka. Cahaya mulai bisa kulihat. Nico, Kaka, dan Lara juga sudah bisa kulihat. "Apa yang terjadi." Angel yang tak memengikuti upacara tergeletak. "Apa mereka mati?" Tanyaku memastikan, kemudian kulihat sesuatu berada dibagian tubuh mereka. "Sayap." Lenguhku.

"Kau berhasil Tian, kau berhasil! Bahkan kau menolak kekuatan kami. Kau hanya menggunakan kekuatanmu sendiri untuk membuka sayap itu. Kau hebat Tian." Aku masih tak mengerti, kepalaku masih terasa kunang-kunang.

"Apa?" Tanyaku pelan.

Dan aku sadar, sesuatu membebani punggungku. "Berat." Keluhku. "Lihatlah Tian..." Nico menyodorkan sebuah cermin. Dan terpampanglah wujud baruku di dalamnya.

"Siapa itu. Benarkah itu aku?" Tanyaku tidak percaya diri. Aku hanya mendapati Nico, Kaka dan Lara tersenyum ke arahku.

"Aku berhasil, benarkah?" Aku memastikan semua itu benar. dan memastikan mereka menjawabku dengan jujur. Kemudian mereka mengangguk bersama-sama.

oooooo

Aku membuka mata. Nico, Kaka dan Lara masih berada disampingku. Aku tersenyum menyambut mereka, "Sayapnya?" Hatiku kacau, apa aku sudah bermimpi. Segera kupegangi tulang belakangku, tak ada yang mengganjal seperti sebelumnya.

"Aku yakin, tadi ada di sisni. Nico, Kaka, Lara, aku melihatnya ada disini." Aku meloncat, kakiku sempat melayang. kemudian aku limbung kembali.

"Tenanglah Tian. Kau kelelahan dan Pinsan. Tusukan Sysy cukup dalam, punggungmu terluka." Setelah Nico menjelaskan, aku mulai ingat dengan rasa nyeri yang masih aku rasakan.

"Lalu, sayapnya." Hatiku seketika sedih, mengingat betapa senangnya aku mendapatkan sayap itu. Semua akan berakhir dengan itu.

"Ada. Ada belakangmu, sayapnya akan muncul jika ingin kamu gunakan. Jika sayap itu tidak bisa hilang, kamu tidak akan bisa berbaur dengan manusia. Dan bertemu dokter untuk mengobati lukamu." Jelas Kaka.

"Oh..." Betapa leganya aku dengan hal itu.

"Lalu bagaimana dengan mereka?" Tanyaku mulai mengingat yang lainnya.

"Mereka kehilangan ingatan tentang Angel, Sysy menanggung akibat perbuatannya, selebihnya akan kembali normal." Lara ikut menjelaskan.

"Hewan pilihan mereka?" Tanyaku lagi.

"Sebagaimana yang terjadi dengan majikannya, itulah yang terjadi dengan peliharaannya." Lanjut Nico.

Aku melihat seekor Musang, serigala, dan tupai. Mereka menyapaku, "Nay Tian..." Aku tersentak.

"Mereka adalah binatang pilihan kami," jawab mereka serentak.

ooooo

"Semua ini masih belum berakhir. Siklus kekuatan kami akan tetap berlanjut meski sudah sempurna. Kekuatan kami terbilang masih kurang cukup, tapi berlebih jika digabungkan. Masalah terbesar ada pada kami yang Bukan Angel murni. Kau harus membuat sayap-sayap ini utuh. Menjadi dua belas pasang."

Guardian Angel :: Page IV "Angel Murni"

0 koment
Bagai manapun, ini akan sulit. Entah bagi Mereka yang mencari Angel, maupun untuk Angel seperti aku. Sampai kapan semuanya bisa menyatukan hati dan mengeluarkan kekuatan yang terdapat di dalam masing-masing bandul.

"Jadi, sampai kita bisa memiliki kekuatan itu, kami belum bisa menangani tugas tertentu?" Rasanya semua ini masih terasa aneh.

"Kiroro... Myu itu orang yang seperti apa?" Tanyaku.
"Myu itu..." Kiroro merubah posisi duduknya, "Gadis pemberani. Jika bukan karena dia, Nico tidak akan berani melibatkanmu." Lanjutnya.

"Kenapa?" Aku hanya mampu menatapnya dengan sabar.

"Meninggalnya Angela merupakan pukulan berat untuk Nico. Dia menganggap kematian Angela karena masalah ini. Tapi... Myu mengingatkannya, betapa keras perjuangan Angela mencari para Anggel sampai di akhir hayatnya." Kenang Kiroro.

"Seperti yang pernah kau pikirkan, Myu itu selalu ingin terlihat seperti manusia tapi tidak ingin mengikuti cara hidup manusia. Tapi... dia juga tidak ingin dianggap Angel dengan tetap memakai cara hidup Angel. Dia memang aneh, tapi itulah pilihannya." Tambahnya.

"Ah... Waktu itu. Itu hanya pemikiran pendekku, sewaktu itu aku masih tidak tahu apa yang harus aku pikirkan dan apa saja yang sudah aku pikirkan." Ucapku, meralat kesimpulannya.

"Tidak apa. Sejak ia mulai menyadari kemampuannya dari alam bawah sadarnya, ia jadi bisa melakukan hal yang selama ini ia inginkan. Tapi, dengan kondisinya yang tidak fit. terkadang ia harus menopang energi yang dikeluarkannya. Karena melebihi kapasitas energi tubuhnya sendiri." Terangnya.

"Pantas, waktu itu ia terlihat menahan berat tubuhnya. Aku pikir ia terluka atau sejenisnya." Tebakku.

"Hari itu ia juga bercerita tentangmu kepadaku dan Nico." Sambutnya, menjawab ucapanku.

"Jadi begitu." Kami saling beradu pandang, menyematkan beberapa kenangan yang sama.

oooooo

"Hay, Kenalkan namaku Kaka." Diulurkanlah tangannya.

"Aku Tian," jawabku menyambutnya.

"Senang bisa melihatmu kembali ke sekolah." Tuturnya ramah.

Aku hanya tersenyum menanggapinya, "Maaf. Tapi aku gak pernah liat Kaka sebelumnya." Ucapku, heran.

"Oh. Aku anak baru, aku juga tau kamu dari gosip yang menyebar di sekolah ini." Tuturnya malu-malu.

"Oh. Pantas... Heh, belakangan ini banyak anak baru." Komentarku.

"Oya, siapa saja selain aku." Tanyanya polos.

"Sewaktu aku masuk sekolah pertama kali ada Nico, setelah aku sehat dan kembali ke sekolah ada Kaka." ucapku, seakan Kaka orang yang sudah lama kukenal.

"Oh. begitu, kalo begitu aku duluan yah?" Pamitnya.

"Oy. Kaka kelas berapa?" Sahutku sebelum Kaka benar-benar pergi.

"XII Ipa I, By!" Dilambaikannya tangan kanannya, kemudian berlalu.

Aku kembali melangkahkan kaki ke kelas XI Ips I. Tampak anak-anak menyambutku hangat. "Hay Tian. Ya ampun, serasa gak ketemu berabad-abad deh." Raya paling antusias.

"Iya. Akhirnya do'a gua dikabulkan, elu udah ingat gua kan Tian?" Lucky menyemangati dirinya, menonjolkan perhatiannya.
"Aduh, udah deh ya... yang kemarin-kemarin gak usah dibahas. aku gak ketinggalan apa-apa kan?" Tanyaku memastikan semua akan normal sekembalinya kesehatanku.

"Kalo pelajaran sekolah sih udah gak ada yang ketinggalan, tapi kalo berita di sekolah banyak yang Tian gak tau." Ucap Raya, sambil menghalangi Lucky.

"Apaan sih lu, nyamber aja kaya petir." Lucky mulai sewot.

Sepertinya memang ada banyak hal yang sudah aku lewatkan di SMANKU ini. "Emang ada berita apaa?" Tanyaku penasaran.

"Itu loh, anak baru yang masuk waktu pertama lu sakit Tian. Sekarang jadi cem-ceman si Raya." Celetuk Lucky.

"Siapa?" Todongku pada Raya.

"Noco atau Kaka?" Tanyaku memberi alternatif jawaban.

"Loh kok kamu tau Tian. Terus Kaka siapa?" Raya malah kebingungan.

"Nico baru masuk waktu aku kecelakaan, ada kemungkinan dia. Terus meskipun aku gak tau tepatnya kapan dia masuk, tapi Kaka juga anak baru katanya." Terangku bangga, tau berita lebih banyak.

"Ih, ko bisa tau. Aku aja gak tahu." Celoteh Raya dengan muka kesal.

"Itu loh Raya, cowok depan di sana noh... Katanya sih namanya Kaka, baru pindahan hari ini gitu loh." Tutur Lucky girang tau lebih dulu dari Raya.

"Mana-mana..." Raya malah lupa sama cerita awal yang ia bawa.

"Haduh... Cakep juga!" Komentarnya.

"Kamu sendiri tau dari mana?" tanyaku pada Lucky.

"Hee, aku baru ngecengin anak cewek XII Ipa I sih, di sana cewenya cakep-cakep." Jelasnya  Apa adanya.

"Dasar... Lucky! Lucky!" Aku dan Raya ngomong berbarengan.

oooooo

"Hay Nico... Hay Kaka." Sapaku saat berpapasan di perpustakaan.

"Kamu kenal Kaka?" Tanya Nico heran.

"Baru tadi pagi, iya gak Ka!" Ucapku sok akrab.

"Jadi Tian sudah tau?" Tanya Nico meminta jawaban padaku.

"Iyah." Jawabku tak berpikir panjang.

Kulihat mata Nico mencari jawaban dari Kaka, "Aku hanya berkenalan, hanya itu." Terang Kaka.

"Kenapa sih?" Tanyaku heran melihat tingkah mereka berdua.

"Ah enggak! Tian, sore ini ada waktu?" Tanya Kaka.

"Kita bertemu di rumahku." Lanjut Nico.

"Kenapa? Ada apa?" Tanyaku takut, ekspresi mereka berubah serius.

oooooo

Setibanya di tempat yang sudah dijanjikan.  Terdapat dua belas orang yang memandangiku, aku hanya tersenyum ramah di balik ketakutanku.

"Ada Apa? Tanyaku pada Nico, Kaka menarik tanganku menjauhi Nico.

"Apa Kiroro baik-baik saja?" Tanyanya.

"Iya. Memangnya kenapa?" Dari raut wajahnya tampak sesuatu yang buruk di dalamnya.

"Kero. Dogy milik Sysy mati di terkam kucing besar. Hanya kucing pilihan yang mampu merubah ukuran tubuhnya menjadi kecil ataupun besar. Mungkin kucing tersebut adalah Kiroro." Ceritannya.

"Apa. Gak mungkin, Kenapa harus orang lain, jika Kiroro bisa menyakitiku. Aku lebih mudah untuk disakiti olehnya." Bantahku.

"Hewan pilihan tidak akan membunuh majikannya sendiri, karena jika itu terjadi, ia juga akan ikut mati." Teriaknya, ia terlihat geram.

"Lalu apa alasannya?" Tanyaku, memojokan Kaka.

"Dengar. Salah satu dari Angel yang ada di sini sedang mengincar Angel murni, jadi pemilik dari hewan besar tersebut merupakan Angel murni yang Kero cari." Terangnya.

"Maksudnya?" Aku jadi ngeri.

"kemungkinan kamulah Angel yang sedang kami cari." Tandasnya.

"Jadi, jika aku Angel murni, aku akan menjadi perburuan  kalian sekarang." Mendadak aku menjauhkan diriku dari Kaka, mana tau ia akan menerkamku hidup-hidup. selama ini aku tak pernah melihat Angel beraksi.

"Kemungkinannya besar, jika Kiroro mendapati luka yang sama pernah di sebabkan Dogy atau Kero. Maka ia adalah hewan pilihan yang telah membunuh Kero, jelas Sysy tidak akan tinggal diam." Sebelum Kaka melanjutkan ucapannya, Nico datang menjauhkan Kaka dariku.

"Cukup Ka. Jangan buat dia takut. Aku yang membuatnya terlibat sampai sejauh ini, bahkan ia belum tahu apa-apa. sudah terlalu banyak yang menimpanya karena ini. Jangan bebani lagi dengan hal-hal yang belum dia tahu." Bentak Nico. Kaka terdiam, pandangan lainnya awas menatap kearahku.

"Bukankah Angel itu baik. Kenapa..." Aku mulai tidak nyaman, perlakuan mereka membuatku takut.

"Nico ada Apa?" Semua terdiam, membiarkan keheningan datang.
Aku kembali dengan penuh kemarahan. "Ada apa?" tanya Kiroro.

"Jelaskan padaku, apa yang terjadi. Kero Mati, hewan pilihan Sysy. Tapi dia seekor anjing. Dia mengincar Angel Murni, siapa? Aku? kenapa? untuk apa? Lalu siapa yang membunuhnya, mereka bilang seekor kucing. Kiroro... Apa itu kamu..." Tanyaku beruntun, aku panik.

"Apa mereka tidak memberitahumu bahwa kami bisa merubah bentuk kami menjadi hewan apapun?" Ucapannya membuatku kaget. "Apa?" sahutku tidak percaya.

"Kucing, Anjing, Serigala, Musang, bahkan ada banyak macam binatang lainnya. Kami semua memiliki kemampuan tersebut." Kiroro menambahkan.

"Jadi benarkan, kamu tidak membunuhnya?" Kataku harap-harap cemas.

"Aku tidak membunuh sesamaku. Kero mati bukan karena aku, harusnya Nico tahu alasannya." Ucapan Kiroro membuatku berpikir keras, mengapa Nico tak memberitahuku, di sana dia juga mengatakan aku belum tahu apa-apa.  Apa yang sebenarnya terjadi.

oooooo

"Tian..." Sapa Nico di halaman belakang.

"Apa?" Sahutku masih membelakanginya.

"Maaf... Tapi aku berharap bisa memberitahukanmu pelan-pelan." Suara Nico tampak getir.

"Aku sungguh tidak mengerti, bahkan apa yang pernah kamu katakan saja sulit untuk aku fahami." Aku berbalik dan memarahinya.

"Bukannya begitu. Sehari setelah kita bertemu, aku bertemu Kaka. Ia telah berhasil mengumpulkan dua belas orang. Termasuk aku, dan itu cukup. Mengingat aku menyertakanmu dalam hal ini, itu sebuah masalah baru."

"Aku, Angela, Kaka, Sysy, Lara, Reno adalah Angel yang pertama. Setelah Angela  meninggal kekuatan nya berpindah ke dalam tubuhku. Tapi aku tak sanggup untuk menopangnya, sesekali aku bisa brutal. Sampai akhirnya Kaka bertemu Lintang dan Banyu, untuk manusia biasa mereka tidak akan sanggup jika harus menerima kekuatan besar Angela dengan utuh, hingga akhirnya kami membaginya baru mereka bisa mengendalikan kekuatannya. Begitupun saat Reno meninggal, Kaka membagi kekuatannya dengan Arum dan Jely. Tapi saat Myu meninggal dan mengambil kamu sebagai salah satu penerima kekuatan itu. Kau telah memilikinya tanpa ku pindahkan kekuatannya." Nico menghentikan ceritanya.

"Bahkan sebelum kekuatan Myu diambil." Tambahnya.

"Kau benar-benar seorang Angel Tian, dan itu di luar dugaan." Nico terduduk.

"Benar-benar seorang Angel? Lalu kalian apa?" Tanyaku heran, ceritanya seperti terus berputar-putar.

"Kami mendapatkan kekuatan ini dari orang terdahulu, Kekuatan kami tidak murni. Setiap salah satu penerima kekuatan mati, maka kekuatan yang dimilikinya harus dibagi untuk menyeimbangkan dengan kekuatan tubuhnya."

"Jadi itu sebabnya kamu mengira Angelina meninggal karena ini?" Tanyaku lagi, mengingat cerita Kiroro tempo hari.

"Kekuatan ini seperti kutukan, hanya orang yang berhati baik yang dapat membawanya. Seperti dua sisi mata uang, salah satu penerima kekuatan itu akan ada yang kalah" Lirihnya.

"Tapi... Kenapa Angela mati, bukankah ia orang yang baik?" Tanyaku menyamakan pendapat.

"Angela terlalu terobsesi. Ia menginginkan Angel yang murni, siapa saja yang membunuh Anggel murni akan menghentikan siklus kehidupan kekuatannya." Jelas Nico.

"Jadi Sysy ingin membunuhku untuk memiliki kekuatan yang dimilikinya saat ini?" Tanyaku meyakinkan.

"Kemungkinan ya!" Nico tidak yakin.

"Apa kau juga akan melakukan hal yang sama?" Tanyaku was-was.

"Tentu tidak, aku bisa terbunuh dengan apa yang akan aku lakukan.  Pekerjaan itu hanya bisa dilakukan oleh hewan peliharaannya saja. Tapi ada satu cara lain untuk menghentikan siklus hidup kekuatan ini." Nico kembali bersemangat.

"Caranya?" Tanyaku cepat.

"kami harus mengembalikannya kepada Angel murni. Hanya saja... bagi mereka ini sangat tidak adil. Tidak semua Angel menyetujuinya." Penjelasan Nico menunjukan keputusan ada di tanganku.

"Lalu, apa Kaka seperti mereka?" Tanyaku ingin tahu.

"Tidak. Ia pindah ke SMANKU juga untuk melindungimu." Tambahnya, membuatku lega.

"Bagai mana mungkin ini terjadi, pada akhirnya Angel akan melakukan hal yang jahat." Aku bersimpuh, memeluk lututku dengan erat.

"Angel juga manusia..." Kiroro bergabung.

"Maafkan kami yang telah menuduhmu." Ucap Nico pada Kiroro.

"Aku mengerti, Mungkin Kaka takut aku terlalu melindungi Tian hingga terpaksa membunuh Angel yang memburunya." Kiroro melingkar di paha nico yang memeganginya.

Guardian Angel :: Page III "Angel Hunt"

0 koment

Minggu, 08 Januari 2012



"Ini berawal saat Angel Hunt mulai mencari Angel-Angel lainnya untuk membantu mereka. Angel Hunt memulai pencariannya dari satu daerah ke daerah yang lain. Mereka sendiri tidak yakin, apakah ada Angel lainnya selain mereka. Tapi sejak mereka berpikir Angel ada_yaitu mereka. Mereka percaya, ada Angel-Angel lain yang berserak di bumi ini, walau kemungkinannya kecil. Karena bagi sebagian Anggel, dirinya tidak mengetahui akan jati dirinya sendiri. Karena ingatannya tentang masa lalunya telah hilang." Nico telah asyik dengan minumannya. Aku memandanginya dengan tatapan ragu.

"Sejak aku tahu Angelina adalah seorang Angel. Aku tak lagi bertemu dengannya, ia terus mencari dan terus mencari keberadaan Angel lainnya." Raut wajahnya terlihat mendung, aku tak berani memotong pembicaraannya.

"Tapi... sebelum sempat mengumpulkan para Angel, ia telah tiada." Ucapnya getir memunggungiku.

"Apa maksudmu?" Tanyaku.

"Meskipun kami Angel, kami tetaplah manusia. Kehidupan kami terbatas untuk waktu yang sudah di tentukan, seperti Myu..." Tatapannya mengerah kedua bola mataku.

"Jadi..." Pikiranku mengarah ke hal-hal yang buruk.

"Yah... Myu sudah tidak ada." Jawabnya penuh penyesalan.

"Lalu apa itu Angel. Benar-benar seorang malaikat?" Pertanyaanku penuh misteri, entah aku sendiri kapan akan mengerti.

"Itu sebutan bagi seseorang yang terpilih. Karena tugas seorang Angel adalah melindungi sesamanya." Jelasnya dengan muka penuh keyakinan.

"Tapi manusia saling bahu membahu... mengapa harus ada Angel?" Ucapku berargumen.

"Manusia punya batas kemampuan, tapi Angel punya kemampuan special yang tak dimiliki oleh manusia biasa. Kau ingat, bagaimana kau bisa bercakap-cakap dengan binatang. bisa membaca pikiran orang, berkomunikasi jarak jauh, bergerak secepat kilat, munghilang." Jelasnya dengan nada tertahan.

"Tapi tidak semua kemampuan itu aku miliki, hanya beberapa yang aku bisa. Apa aku benar Angel?" Aku mengingat sebagian hal yang aku bisa, tapi tidak untuk sebagian yang lain.

"Apa kau pernah diberi seekor kucing seperti benda ini?" Tanyanya, lalu memperlihatkan sebuah bandul yang pernah diberikan seekor kucing padaku.

"Ada. Kau juga memilikinya?" Tanyaku masih memastikan.

"Aku diberi oleh Angelina. Lihatlah, perhatikan dengan seksama. Isi di dalam bandul itu adalah dua sayap untuk Angel" Disodorkannya bandul itu lebih dekat. Rupanya benar, terdapat dua sayap kecil di dalamnya.
Segera ku ambil bandul yang ku miliki, rupanya benar. hanya saja bentuk sayapnya berbeda. Selama ini aku tak begitu memperhatikan, bandul ini tidak terlalu bagus. Hnya saja bening berkilau, dan aku tidak sadar wahwa kilauan tersebut datangnya dari dua sayap di dalamnya.

"Itu artinya kau adalah manusia terpilih." Ucap Nico, lalu menyodorkan dua bandul lagi.

"Punya siapa ini?" Tanyaku.

Terdapat dua pasang sayap yang berbeda lagi. "Ini milik Angel dan Myu. Sebelum mereka pergi, mereka harus menyerahkan bandul ini ke Anggel lainnya. Karena hanya dengan ini kita akan tahu, siapakah Angel selanjutnya." Nico menjejerkan ketiga bandul tersebut, aku pun menaruh bandulku di sampingnya.

"Lalu ada berapa jumlah bandulnya." Tanyaku, karena sekarang terdapat empat bandul.

"Aku tidak tahu, tapi aku pernah dengar ada tujuh bidadari. mungkin ketujuh Angel adalah perempuan, tapi aku adalah Angel laki-laki. Jadi tidak tahu ada berapa Anggel laki-laki lagi." Disimpannya bandul itu. Akupun mengambil bandulku.

"Lalu apa yang harus kita lakukan. Bagaimana kita menjalankan tugas seorang Angel, bahkan aku tidak tahu kemampuanku sendiri dan cara menggunakannya." Aku ingat, selama ini aku tak menggunakan kemampuanku untuk apapun. walau untuk kepentinganku sendiri.

"Saat waktunya tiba, bawah sadarmu akan bisa menggunakannya. ingat saat kamu mengantar kucing pada majikannya. kau pun akan melakukan hal yang sama dengan kemampuanmu yang lainnya." Nico berpamitan, ia tidak enak dengan Mama dan Papa yang mengawasi kami dari ruang sebelah. Bagaimanapun, Nico adalah teman yang baru aku kenal. Mereka akan khawatir dengan ini.

"Ok. Penjelasannya sampai disini dulu, kita akan membahasnya dilain kesempatan. Jaga dirimu baik-baik. umur manusia gak ada yang tahu. karena itu, gunakan ini dengan sebaik-baiknya. Karena pencarian Angel tidak semudah yang kau bayangkan." Tuturnya menutup pembicaraan.

oooooo

Lagi lagi kepalku serasa ingin pecah, ingatan itu seperti obat yang memiliki efek samping cukup parah. Terbukti, setiap ada yang masuk ke dalam ingatanku mengenai ini. Saat itu pula, kepalaku bereaksi keras. itu sebabnya, saat pertama kali ingatanku kembali keadaanku selemah itu, sampai harus dibawa ke UGD, dan menjalani rawat inap beberapa hari. Rasanya sakit sekali, seperti akan mati.

Sekarang aku tahu, mengapa Putri maksudku Myu selalu mengingatkanku bahwa aku ini Angel. Bukan karena aku ini Angel di kehidupan yang lain, melainkan ia ingin mengingatkanku akan sesuatu yang menjadikanku Angel. Permintaannya untuk menjadi temannya berlaku sampai ia pergi. Andai aku menyadarinya lebih awal, mungkin aku bisa bertanya banyak hal dengan Myu. Aku sungguh menyesal mengabaikan penjelasan Myu.

"Oya. Bagaimana dengan Kiroro. Apa yang dilakukannya, seekor binatang pilihan." Ingatanku membaik, dan tidak menimbulkan kontaksi di kepalaku. ini jauh lebih baik.

oooooo

Setelah melewati masa pemulihan akibat kecelakaan yang mengakibatkan benturan di kepala dan patah di kaki. Akhirnya aku kembali melakukan aktifitasku kembali. Benturan kepala yang sempat membuatku lupa ingatan, dan kakiku yang pernah sulit untuk digerakan sekarang berangsur membaik.

Hal pertama yang ingin aku lakukan adalah mengunjungi rumah Myu yang bertahun-tahun lalu aku datangi. Apa Keluarganya msih tinggal di rumah itu, atau apakah Kiroro pergi mencari majikan baru seperti Myu yang sama-sama Angel.

"Ma. Aku jalan-jalan dulu yah." Mendengarku mengucapkan kalimat itu Mama spontan  berkata, "Jangan!" Ia berlari menghentikanku.

"Sayang. Kaki kamu ini kan baru sembuh. Kalo mau jalan-jalan di halaman aja kan bisa. Kaki kamu masih butuh penyesuaian untuk berjalan." Aku rasa ada benarnya juga ucapan Mama, aku hanya terlalu bosan berada dirumah terlalu lama. meskipun aku mendapat pelajaran, dan bisa berinteraksi dengan teman-temanku di dalam rumah. Tapi tetap saja, aku ingin keluar dari rumah yang sudah kudiami terlalu lama.

Sejak ingatanku kembali, dan dokter memperbolehkanku untuk belajar mengejar ketinggalanku. Gubid yang hari itu mengajar, malamnnya datang kerumahku untuk memberikan pelajaran. Seperti Hoomschooling saja. Mama yang meminta mereka untuk melakukan itu, dengan biaya tambahan pastinya.

Sejujurnya jika Mama tak melakukan itu, aku akan berkeras untuk diantar kesekolah. jadi Mama tak punya pilihan lain untuk tdak melakukan itu. Meskipun begitu, masih saja terasa ada yang kurang. selama pelajaran yang diberikan, aku hanya bisa berbaring di ranjang.

"Baiklah. Kalo begitu, aku minta Mang Dadang anterin Tian ya Ma. Temen Tian ada yang meningal dunia. Tian mau berbela sungkawa kerumahnya." Ucapku, berharap Mama bisa mengijinkan.

"Oh.. Em... Kalo gitu Mama aja yang anter kamu." Mama mengajukan pendapatnya.

"Gak usah ma. gak enak! Tian aja gak begitu kenal sama orang tuanya, hanya saja sama anaknya emang udah deket." Kataku lagi, berharap mama menyingkirkan pendiriannya.

"Sayang..." Mama berkeras.

"Mama... Aku akan baik-baik aja Ma." Ucapku meyakinkan.

Akhirnya Mama pun Kalah. Kamudian Mama memanggil Mang Dadang untuk mengantarku ke rumah Myu.

"Mamang tunggu sini yah?" Ucapku pada Mang Dadang, sebelum ia beranjak dan membantuku berjalan.

"Tapi Non..." Aku segera membantah, "Kaki Tian udah bisa jalan. Mamang liat kan aku udah jalan-jalan di rumah?" Segera setelah itu aku menutup pintu mobil.

"Spada... Anybody home?" Sudah tida kali aku mengucapkannya, tapi tak seorangpun di dalamnya menyahutiku.

"Apa di rumah ini gak ada orang yah?" Tanyaku dalam hati.

"Hay Tian," Sapa seseorang dari balik tubuhku.

"Nico. Sedang apa kamu disini?" Tanyaku curiga.

"Didalam tidak ada orang. Kalo Nyokap sama Bokap Myu ada di rumah tiap hari, Kiroro gak akan tinggal di sini." Terangnya, seperti tahu akan kedatanganku kerumah itu karena apa.

"Dari mana kamu tahu tentang Kiroro?" Tanyaku memastikan.

"Ya dari Myu Lah. Myu tahu dia Angel aja dari aku, lagi Pula Kiroro itu aku yang bawa. Angelina yang memberikannya padaku agar aku memberikannya kepada Anggel-Angel lainnya." Kiroro yang semula dimasukan ke dalam ranselnya merangkak ke bahunya dan melingkar di lehernya, layaknya syal.

"Kiroro..." Aku hanya melihatnya geli. Tapi ada yang aneh, Kiroro tampak lebih kecil, bulu-bulu tebalnya seperti lenyap.

"Ini wujud asiliku, agak sedikit berbeda dengan kucing biasa." tuturnya, masih membuat decak kagum.

"Kita bicara. Suruh Mang Dadang pulang, biar aku yang antar kamu pulang." Perintahnya.

"Mang. Tian akan lama, Mamang pulang aja. Nanti Nico yang akan mengantar Tian Pulang." Mang Dadang tampak percaya pada Nico. Sewaktu Nico ke rumah, mang Dadang memang terlihat senang dengan kehadiran Nico.

"Baiklah Non. Ati-ati yah, nanti kalo Non butuh Mamang telpon aja." Sahutnya.

"Iya." Jawabku singkat. Lalu Nico membawaku pergi secepat kilat. Aku sempat melihat Kiroro sekilas, gerakannya sama seperti Myu waktu itu. Selagi aku berkutat dalam hati, Nico menurunkanku di bawah pohon yang berada di atas gunung. Dari situ kawasan kompleks terpampang jelas.

Seterhentinya gerakan cepat itu, mendadak perutku bereaksi, rasanya ada yang ingin melonjak dari dalam kerongkongan. "Apa kau mual?" Tanyanya meyakinkan.

"Iya." Jawabku dengan muka pucat.

"Minum ini, aku tahu itu akan terjadi. Pertama kali Myu kubawa lari responnya tidak berbeda denganmu." Tuturnya.

"Apa kau juga Angel Hunt?" Tanyaku membuka pembicaraan.

"Yah, bagi seseorang yang mencari Angel disebut Angel Hunt. Aku baru menemukan dua Anggel, kau dan Myu." Jawabnya tidak yakin.

"Apa sekarang tinggal lima untuk Angel yang perempan?"

"Tidak."Jawanya cepat. "Enam lagi. Jumlahnya harus lengkap, baru bisa mengeluarkan sayap-sayap dalam bandul ini."

"Apa. Jadi kita mengumpulkan Angel untuk itu, aku pikir itu semacam benda yang digunakan untuk mengetahui mana yang Angel atau mana yang bukan."

"Kau pikir untuk apa ada bandul sebanyak ini. Aku sendiri tidak tahu rahasia di dalamnya, itu hanya bagian cerita Angelina yang baru diceritakannya." 

"Jadi. tak banyak informasi untuk apa yang kita lakukan sekarang?" Ahhirnya aku berkesimpulan.

"Angelina bukan satu-satunya Angel. Ada Lara, Sysy, dan Kaka. Kaka adalah Angel pertama." Sahut Kiroro di tengah pembicaraan aku dan Nico.

"Jadi sudah tujuh orang yang sudah terkumpul, tapi Angelina dan Myu sudah... tunggu! jika kita tidak bisa mengumpulkan dalam jumlah yang di tentukan apa yang terjadi? Lalu, bagaimana jika setelah terkumpul satu di antara kita ada yang mati. Lalu sampai kapan kita mencari seorang Angel." Mendadak sesuatu membuatku khawatir, masalah ini sepertinya tidak bisa disepelekan.

"Kaka mengatakan, jumlah yang cukup akan menyama meratakan kekuatannya. jika salah satu kehilangan nyawanya, kekuatan itu akan di alihkan kedalam salah satu tubuh Angel lainnya. Tapi, jika ia tidak bisa mengendalikan kekuatan tersebut. Ia kan dikendalikan oleh kekuatan itu sendiri." Kiroro menjelaskan.
"Apa?" Sedetik akupun melihat Nico terkejut, agaknya ia tidak tahu bagian itu.

oooooo

"Angelina adalah Kekasih Nico." Ucap Kiroro.

"itu sebabnya, ia membantu Myu meyakinkanku?" sahutku.

"Bukan, tapi Myu yang membantu Nico Meyakinkanmu." Jelasnya.

"Myu adalah keponakan Nico. Awalnya ia tidak ingin Myu terlibat, ia sudah sakit sebelum dipastikan menjadi Angel. Nico meyakininya sejak ia membawaku kerumah Myu saat ingin menemuimu." Cerita Kiroro.

"Menemuiku, kapan?" Tanyaku, sambil mengingat-ingat.

"Sebelum kamu kerumah Myu, seekor kucing yang memberimu gandul tersebut." Katanya sambil mengendus bantalan yang kusediakan.

"O iya, kau bertemu denganku dengan wujud aslimu ini yah?" Aku mengingatnya.

"Jadi kau mengetahuinya sejak lama." Tanyaku pada Kiroro.

"Ya. Kau adalah Angel pertama yang ditemukan Nico, itu sebabnya ia pindah sekolah ke SMANKU untuk mendekatimu. Tidak disangka, ternyata bandul tersebut juga bereaksi saat Myu menyentuhnya." Kiroro mulai melingkarkan tubuhnya layaknya kucing biasa.

"Dari mana bandul itu, kalian yang membuatnya?" Tanyaku ingin tahu.

"Bandulnya buatan Kaka, tapi sayap didalamnya adalah buatanmu sendiri." Kiroro mulai berpikir keras.

"Buatanku, bagaimana?" Tanyaku bingung.

"Saat kau menyentuh bandul tersebut, ingatkah saat itu cahayanya terpancar? saat itu sebuah sayap tercerminkan di dalam bandul tersebut. itu adalah gambaran kekuatanmu sendiri." Jelasnya lagi.

Aku semakin tidak mengerti, rasanya sulit memahami sesuatu yang tidak pernah ada sebumnya. Aku mengelus-elus tubuh Kiroro dan membiarkannya lelap dalam tidurnya.

"Aku akan menjagamu Kiroro, demi Nico, dan Myu yang telah mempercayakanmu kepadaku." Ucapku dalam hati saat menerima pemberian Nico dibawah pohong rindang itu.

Guardian Angel :: Page II "Her Friend Angel"

0 koment


Kulihat seorang gadis yang menyebrang jalan. Ada yang aneh, anak itu tidak menoleh. Baik untuk ke kiri maupun untuk ke kanan. Jalannya juga sedikit sempoyongan, tangannya seperti  menopang tubuhnya kuat-kuat. Hanya itu yang aku lihat dari balik tubuhnya.

"Maaf. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku dari belakang. Mendadak dia berlari menembus kendaraan yang berlalu lalang. Aku panik, takut-takut kalo salah satu dari kendaraan itu menghantamnya.

Gerakannya lues, cepat. Mataku tak mampu mengikuti langkahnya. Beberapa detik kemudian gadis itu telah berada di ujung jalan dengan selamat.

Heh... Betapa leganya aku akan keberhasilan seorang gadis yang selamat dari maut dengan kondisi tidak memungkinkan.

Saat gadis itu menyebrangi jalanan. tak satupun kendaraan yang menurunkan kecepatan, membuat jantungku hampir copot saja.

"Siapa gadis itu, berani benar dia." Komentarku, setelah berlalu dari tempat semula.

oooooo

Sudah beberapa hari ini aku mengalami banyak hal yang aneh. Mulai dari mengerti bahasa binatang, mendengar percakapan orang dalam hati. dan melihat orang-orang yang aneh seperti waktu itu.

"Apa aku gila?" Pikirku dalam diam.

"Apa yang harus aku lakukan? menolong mereka? untuk apa aku mengetahui masalah pribadi orang yang tidak kukenal, kurang kerjaan.

Aku berjalan menyusuri sebuah gang sempit ke arah sebuah rumah. Tempatnya dikawasan kompleks yang cukup elit. Hanya saja, aku sering berjalan kaki jika hendak ke mini market di ujung kompleks yang dekat dengan jalan raya. Rasanya terlalu berlebihan jika aku harus menggunakan mobil dengan sopir hanya untuk mengantarku ke beberapa meter saja jaraknya.

Lagi pula, kadang keperluanku sulit untuk ditentukan. Perlu melihat bendanya terlebih dahulu baru memilih apa yang akan aku beli. Aku tak pernah berniat untuk membeli sesuatu tertentu sebelum berada di tempat yang ingin ku tuju. Itu sebabnya aku tak pernah menyuruh orang lain untuk membelikan sesuatu yang kumau.

Sebenarnya, Mama sering mengomel. Untuk apa jalan bolak-balik, padahal aku bisa membeli dalam jumlah banyak untuk kurun waktu tertentu. Seperti hal-hal yang bisa kita persiapkan jika nanti kita butuhkan. Tapi aku tidak seperti itu, aku selalu membelinya jika aku butuh saat itu, bukan untuk nanti.

Selagi diperjalan itulah aku sering menemukan hal-hal yang aneh dalam hidupku. Tepatnya satu bulan yang lalu, saat pertama kali aku berjalan beriringan dengan seekor kucing. Kucing itu menatapku sambil terus melangkah. Aku dekati saja dan memberinya sekaleng ikan. Tapi kucing itu malah meraih tanganku, lalu menjulurkan tangannya yang sedang memegangi sesuatu.

"Apa?" Tanyaku, seakan kucing itu bisa bersua.

"Meong... Meong..." Bunyinya. Aku bingung, lalu kusambut benda itu dan menyimpannya. Sebuah Bandul yang bisa dijadikan gantungan atau sebuah kalung. Tapi aku tak menjadikannya apapun dan menaruhnya apa adanya.

Setelah itu, kucing kecil pergi meninggalkanku beserta makanan yang bisa dimakannya. "Apa ia mengikutiku hanya untuk ini, bagaimana mungkin seekor kucing mengabaikan ikan segar seenak ini..." Pikirku keheranan.

Seminggu setelah itu, aku menemukan binatang yang sama. Kali ini tampak berbeda, lusuh, cacat, dan tertatih-tatih. Aku iba, dan memberinya beberapa buah kaleng ikan. Tapi lagi-lagi ia memilih untuk meraih tanganku. seraya ia berkata, "Tolong aku, kembalikan aku ke majikanku." Sontak aku menjauhkannya dengan kasar. Ku tengok sekelilingku, berharap ada kemungkinan lain, seperti ada seseorang didekat sini. Tapi nihil, hanya ada seekor kucing dihadapanku.

"Kau...?" Aku memastikan, kucing ini baru saja berbicara.

"Aku yang berbicara... Tolong aku, kembalikan aku pada majikanku."

Aku bergidik ngeri. "Masih adakah seorang manusia yang mengerti bahasa binatang selain Nabi Sulaiman?" Aku tak yakin pada diriku sendiri, lalu mengendong kucing itu layaknya seorang bayi. "Di mana rumah majikanmu?"

"Di sebrang jalan mini market yang sering kau lewati." Katanya kemudian.

Aku hanya menelan ludah tidak mempercayai kejadian ini, lalu berbalik kearah yang berlawaan untuk kembali ke tempat jalan raya berada, tepat di depan mini market.

Aku berjalan tanpa berusaha bercakap-cakap, aku tak ingin dilihat sebagai orang gila oleh orang lain. Karena itu aku membiarkannya terdiam sampai diujung jalan.

"Kita sudah menyebrang. Dimana rumah majikanmu?" Tanyaku sekali lagi.

"Berjalanlah lurus. Ujung jalan ini akan menuntunmu ketempat majikaku." Tuturnya, seolah ia adalah manusia yang menjawab pertanyaanku.

"Apakah ini rumahnya" Tanyaku beberapa menit kemudian saat tepat berada di muka salah satu rumah.

"Benar." Jawabnya singkat.

"Bisakah kau masuk, dan menciipi minuman dan makanan yang disediakan majikanku sebagai tanda terimakasihku?" Tanyanya ramah.

"Aku ihklas membantumu, tapi baiklah... aku akan mengantarmu sampai ke tangan majikanmu." Tuturku tak kalah ramah.

Rumah itu tak kalah besar dengan rumahku. Hanya saja rumah ini tampak gelap dengan cat warna coklat tua beserta aksesoris dari kayu dan batu disegala sisi. seperti sebuah dunia baru yang unik dan khas, beda sekali dengan rumah-rumah yang berjejer di sisi kanan dan kirinya.

"Spada... anybody home?" Segera setelah beberapa panggilan, pintu itu terbuka.

"Iya. Maaf, anda siapa yah?" Setelah ia melihat kucing itu, barulah pintu terbuka lebar dengan sendirinya tanpa penjelasan panjang dariku.

"Kiroro..." Disambarnya kucing itu dengan kasar. Agaknya ia tak berpikir itu akan melukaiku. Tapi tingkahnya memperlihatkan betapa senang peliharaannya kembali padanya. Aku ikut senang.

"Maaf. Bagaimana kau tahu tempat tinggal kucing ini..." Tanyanya sembari mempersilahkanku masuk pada akhirnya.

"Aku masih tidak mempercayainya. Tapi aku mendengarnya bicara." Jelasku. Ia telihat terkejut, responnya sama sepertiku saat mendengarnya. Tapi sedetik itu juga ia tersenyum, "Begitu yah..." Ucapnya.

"Silahkan..." Dibawakannya sebuah cake dan secangkir teh. Aku menyeruput tehnya sedikit, lalu berpamitan.

"Tidakah aneh. jika kau pergi begitu saja?" Ucapnya penuh maksud.

"Apa ada masalah?" Tanyaku heran.

"Tidakah kau berfikir aku tahu sesuatu... atau kau yang mengharapkan sesuatu dariku..." Tanyanya lagi dengan muka berharap.

"Em... Aku tidak memintamu untuk membalas budi, aku senang bisa menyelamatkan peliharaanmu, dan membantumu" Jawabku yakin.

"Ia juga mengatakannya, di balik daun pintu tadi!" Sahut seekor kucing itu.

"Apa kau juga bisa mendengarnya berbicara seperti manusia?" Tanyaku meminta jawaban.

"Yang kumaksud adalah itu. Aku tak pernah bertemu orang yang mengerti dengan apa yang ia katakan. Sebenarnya tidak semua bahasa hewan bisa kau mengerti. Tapi ada beberapa binatang yang seperti Kiroro, binatang pilihan. Karena itu, seseorang yang bisa mengerti bahasanya juga seorang pilihan." Penuturannya meyakinkan, tapi jalan yang diceritakannya yang tidak meyakinkan.

"Aku tak mengerti." Akuku.

"Bukankah kau seseorang yang menyapaku, ketika aku menyebrangi jalan?" Tanyanya seperti memastikan sesuatu.

"Em... Maksudmu. Kau adalah orang yang waktu itu..." Aku menebak, tapi masih tak berhasil untuk yakin.

"Ya." Jawabnya pasti.

"Siapa kamu, siapa kucing itu, siapa kalian..." Aku panik, mengetahui mereka orang yang berbeda dari orang-orang yang ada di dunia ini.

"Kami adalah Angel...." Seketika kucing itupun beranjak, terlihat segar bugar. Tampak sehat.

"Apa ini, bukankah tadi kau..." Aku mulai tidak nyaman, hatiku menjadi resah karenanya.

oooooo

Mataku masih kunang-kunang, padahal cuma berjalan beberapa meter. "Mang,,, bisa ambilkan Tian obat?" Pintaku dengan nada lemah. "Loh, Non kenapa? Mamang panggilin Bibik yah, atau Non pingin Mamang telponin Nyonya?" Sahut Mang Dadang panjang lebar.

"Tidak usah Mang, ambilkan juga air sama susu di kulkas..." Tambahku.

"Ya Non..." Jawab Mang Dadang sigap.

Hari ini semua anggota keluarga punya urusannya masing-masing, entah kemana. Bik Ila pasti masih sibuk nyiapin makan malam. "Ini Non... Tadi Bibik pesen, minum susunya jangan yang dari kulkas. Jadi Mamang ambilin yang ada di rak." Terang Mang Dadang.

"Oh. Ya udah, gak papa mang..." jawabku mempersilahkannya kembali bekerja.

"Kalo Non butuh sesuatu, Non panggil Mamang aja!" ucap Mang Dadang.

"Iya, makasih ya Mang..." Segera setelah Mang Dadang pergi aku meminum sebutir obat sakit kepala dan meminum seteguk air susu. Aku ini tidak bisa menelan obat yang gede-gede itu bulat-bulat, aku sudah terbiasa mengunyahnya mentah-mentah meski pahitnya minta ampun. Karena itu aku butuh sesuatu yang manis untuk pencuci mulut, termasuk susu tadi.

Bik Ina buru-buru menghadapku, mungkin kerjaannya telah selesei. "Non... Kenapa to Non..." Tanyanya prihatin.

"Gak tau ni Bik, mendadak kepalaku kunang-kunang. Mungkin semalam kurang tidur." Jawabku seadanya.

"Loh, kenapa to. ko Non jadi kurang tidur, Non lagi mikirin apa To." Bik Ila memijiti kakiku, sambil terus memperhatikanku.

"Bibik istirahat aja, aku akan tidur di kamar." Pintaku pada Bik Ila, mengetahui ia akan sibuk mengurusiku.

Semalaman aku memang tidak bisa tidur. Kejadian di rumah majikan kucing itu membuat kepalaku pusing tujuh keliling. rasanya, mau di susun dari bagian manapun, ujungnya tetap gak jelas. Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi denganku.

Gadis itu memperkenalkan namanya Adalah Myu. Ia tahu aku adalah orang pilihan. karena itu ia sering memperhatikanku diam-diam. Hanya saja dia butuh sesuatu yang meyakinkan, dan Kiroro berhasil membuktikannya.

"Maukah kau bergabung dengan kami?" Tanyanya ketika itu.

"Aku? kenapa aku, untuk apa dan kenapa?" tanyaku beruntun.

"Karena pada akhirnya kamu akan tahu apa yang kami lakukan, dan kamu akan terlibat dengan semua ini." Myu terlihat takut, tapi dia memberanikan diri menjelaskannya padaku.

"Aku sungguh tidak mengerti, dan aku juga tidak ingin mengerti. Urusi semua urusanmu, dan aku tidak akan mengurusi apapun yang menjadi urusanmu." Ucapku tandas, beranjak meninggalkannya dan Kiroro.

"Apa yang aku lakukan salah?" Tanyaku pada diriku sendiri. Kepalaku berdenyut saat ingatan itu kembali, rasanya sakit sekali.

"Apa yang harus aku lakukan? Menjadi temannya, yang katanya Angel?" Jawabku putus asa.

Guardian Angel :: Page I "Angel"

0 koment

Sabtu, 07 Januari 2012




Berkali-kali aku diingatkan akan jati diriku, padahal tanpa di ulangi aku sudah hafal 'siapa diriku di sini' sayangnya Putri masih mencemaskanku. Sampai-sampai ia harus terlibat dengan urusan manusia di bumi. Hah,,, nasip-nasip. Entah kecelakaan apa hingga aku bisa terjebak ke dalam tubuh manusia dengan sosok Angel. Padahal aku terlihat layaknya manusia pada umumnya.

Aku hanya mengingat satu hal dari sekian waktu kehidupanku sebelumnya. Bahwa ada seseorang yang harus aku lindungi, siapapun itu ia adalah orang yang begitu penting dan berarti.

oooooo

Putri mengetuk kamarku sebanyak tiga kali. Tapi tanpa kubuka pintu yang diketuknya, ia bisa leluasa untuk menembusnya. Aku sendiri tidak mengerti dengan tingkahnya, ingin terlihat seperti manusia tapi tidak ingin mengikuti cara hidup manusia. Tidak ingin dianggap Angel tapi ia tetap memakai cara hidup Angel. Aku hanya memperhatikan tanpa mencela pikiran gak jelasnya.

"Tian... Kau harus sekolah, meskipun kamu menjadi manusia, ingat kau adalah Anggel." Ucapnya untuk kesekian kali.

"Putri..." Lama-lama aku geram. Hal sepele yang sudah pasti aku ingat saja masih diberitahukan, kurang kerjaan!

"Ok." Ia kemudian menghilang dari pandangan.

"Dasar Angel aneh. Untuk apa ia datang dengan mengetuk pintu jika pada akhirnya pergi dengan menghilang dari pandangan begitu saja." Aku menghela nafas dalam-dalam.

Mulai dari buku pelajaran, PR, dan alat tulis lainnya sudah tertata rapih di dalam tas, begitupun hand phone yang tidak begitu banyak kegunaannya. Sebagai Angel kami bisa berkomunikasi jauh dekat tanpa perantara, begitupun kami tidak memerlukan transportasi untuk bepergiaan. Hidup Anggel serba mudah, efektif dan efisien. Itu sebabnya Angel tidak pernah ngaret layaknya manusia.

Oya kenalkan, namaku Titian. Sejak aku memakai tubuh ini, nama itu mulai diberikan padaku. Sejak menjadi dirinya, aku harus menghafal semua anggota keluarga, kerabat, teman dan orang-orang yang dikenalnya. itu membuatku pusing. Meskipun Anggel bisa melakukan apa yang tidak bisa manusia lakukan, tapi kapasitas otak Angel juga terbatas. Setidaknya untuk jangka waktu yang singkat.

Belajar, mengingat adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu, jika selepas kecelakaan Titian langsung sadar, maka aku tidak punya kesempatan untuk mempelajari diriku sendiri ketika memerankan orang ini.

Setidaknya diagnosa dokter menyatakan aku hilang ingatan total, alhasil mereka membantuku untuk mengenali siapa, dengan siapa, diamana dan bagai mana Titian hidup sebelumnya.

Hanya saja sesekali mereka menganggap Titian berubah, agaknya bawah sadar mereka mengetahui aku ini bukan Titian seperti sebelumnya. Aku tidak peduli, karena itu bukan bagianku, mengurusi kehidupan manusia diluar batas areaku bukanlah keharusanku.

Aku bergegas setelah yakin siap berangkat ke sekolah. sebelumnya aku sudah disambut Mama, adik, dan Kakakku. Aku baru ngeh, Titian berasal dari keluarga berada yang harmonis. Kakak dan adiknya tak bermasalah dengannya. Bahkan mereka terlalu akur untuk saudara kandung yang sudah dekat.

Seingatku, semakin dekat seseorang akan semakin sering bertengkar. Tapi pertengkaran itu bukan jalan adanya pertentangan dan perpecahan, melaikan jalan adanya perdamaian dan kebahagiaan, sejenis bumbu khas keluarga.

Aku mengingatnya sebagai sebuah naluri. Walau Angel, tetap pemilik hati sejati. Alah, aku mulai ngaco. Papa terlihat begitu bijak, ditambah Mama yang lembut dan ramah. suasana rumah ini benar-benar tentram dan sangat nyaman. Beruntung banget Tiatian bisa hadir sebagai bagian dari keluarganya.

"Tian pergi dulu Ma." Jeck dan Tara mengikutiku.

Aku masih diawasi oleh mereka, karena masa pemulihanku yang kelewat cepat, mereka takut kalo-kalo kesehatanku cacat atau tidak sempurna. kelak itu akan membuat sakitku akan lebih parah. padahal itu karena tubuh ini digunakan oleh seorang Angel.

Hem... Aku tidak tahu, siapa itu Putri. Sewaktu aku sudah berada di dalam tubuh ini, ia adalah seseorang yang pertama kali menjelaskan keadaanku, siapa diriku, dan untuk apa aku hidup.

Awalnya aku ragu, bahkan aku memastikan diriku bahwa aku adalah manusia dan menganggap ucapannya tidak benar. baru setelah ia menghilang dan sebagainya, aku mempercayai semua ini. walaupun masih terasa aneh.

Dengan begitu, ia adalah penunjuk jalan dan pencari arah yang selalu jadi yang pertama kutanyakan. Seperti yang kubilang, sama seperti Titian aku pun lupa ingatan. Karena itu, menjadi dirinya sama saja seperti menjadi diriku sendiri, yaitu perlu membuat ingatan baru diotaku.

oooooo

"Namaku Raya. Lo inget Tian?" Tanyanya dengan muka risih.

"Aku gak yakin." Jawabku hati-hati.

"Oh. Tak apa. Pelan -pelan pasti bisa," timpalnya. Aku tahu ia sangat memperhatikan Titian. Tapi sungguh, aku tak bisa berpura-pura menganggapnya berarti lebih dari apa yang aku rasakan sendiri, meski sekarang aku menjadi Tian.

"Tian gua Lucky. Gua sering banget ngisengin elu. Tapi kali ini gua janji, gua akan berubah demi elu. Jadi, inget gua lagi yah?" Kelihatannya ia sungguh-sungguh. Yah walaupun penyesalannya dibarengi muka tengilnya.

"Hay Tian."

"Apa, Kabar."

"Aku ini,"

"Aku itu."

Seperti selebritis yang diserbu fans setianya. Aku dibuatnya gak enak hati. Melihat perhatian mereka justru membuatku tidak nyaman. Aku meresa mereka terlalu asing untuk semua yang dilakukan mereka.

Aku hanya tersenyum, mengangguk, dan menggumam. Tak satupun kata-kata mereka yang nyantol di otaku. mereka hanya mengucapkan kata yang sulit aku rasakan. Kenangan Titian bukan bagian hidupku, aku sampai bosan mengulang kisahnya berkali-kali.

Ngomong-ngomong sesuatu yang berarti. Apa yah? mengapa hanya itu yang aku tahu. lalu siapa, kenapa, dan untuk apa. Lantas apa yang akan terjadi jika aku tak menemukannya.

Tapi bagaimana aku bisa mencari hal yang berharga dalam tubuh orang lain, bahkan dikehidupan orang lain. Aku bingung, semakin tidak menentu.

"Ada apa?" Tanya Putri.

"Bagaimana kau bisa kemari..." Tanyaku was-was.

"Gampang... Cringggg...." Jawabnya sekananya.

"Bagaimana jika mereka melihatmu." Tanyaku tegas.

"Tenanglah. hanya kamu yang bisa melihatku. tak ada manusia yang bisa melihat Angel." Sahutnya tak kalah tandas.

"Heh..." Aku bernapas lega.

"Kau ingin aku di anggap gila?" Tanyaku, saat ingat aku akan terlihat berbicara seorang diri.

"Wah. Waspada sekali, Ok deh kalo begitu!" Lagi-lagi ia lenyap dari pandangan.

Dasar Angel Aneh, gak punya sopan santun. setidaknya untuk seseorang yang dikenalnya ia harus berpamitan jika ingin pergi. Aku mencacinya dalam hati, bawaan rasa kesal akan hal yang menuntunku pada buntu.

oooooo

Aku sudah berhasil mengingat sebaian orang, tempat, dan hal-hal yang disukainya. berkat mereka, aku mengingatnya lebih cepat. Cerita mereka yang selalu diulang selama sehari tiga kali membuatku ingin memuntahkan kelebihan ceritanya.

Tak di sangka. Sejak mengenal dirinya dalam tubuhku saat ini. Aku mulai mendapatkan keutuhan hidupku lewat tubuhnya.

Itu bagus, semakin aku mengenali diriku, entah dirinya. Aku akan semakin dekat dengan tujuan hidupku.

Satu tahun berlalu sejak kecelakaan mobil di depan sekolah. Hari itu sejarah baru untuk kehidupan SMANKU. Karena tragedi ini memakan korban cukup banyak dalam sejarah kecelakaan kendaraan yang pernah terjadi. Aku mengetahuinya dari koran yang terselip di bagian tumpukan buku yang di karduskan.

Aku baru sadar, sejak kecelakaan itu. Tak satupun dari orang yang mengenalku menceritakan tragedy yang menimpaku. Justru sebagian dari mereka menghindariku dan menjaga jarak denganku.

Saat aku tanya, mereka yang menjauhkan dirinya kepadaku adalah orang-orang yang pernah jahat, gak suka, dan tidak ingin mengungkit masalah yang menurutnya buruk untuku. Itu pendapat dari orang-orang yang mulai kupercayai.

Sekian hari aku mencari akhirnya datang seseorang yang terus mengganggu pikiranku. Kehadirannya bisa mengusir kantuku, menghilangkan kesedihanku, dan mampu membuatku kegirangan. Aku terus bertanya, apa aku mengenalnya, atau ia mengenalku. hubunganku dengannya dan hal-hal yang musngkin selama ini aku maksud.

Tapi tak satu orangpun sependapat denganku, sampai-sampai aku berkeras menjadikannya seperti perasaanku yang selama ini aku cari. Aku terlalu lelah mencari perasaan yang sama seperti ini lagi.

Namanya Nico, kakak kelas Tian. Mungkin ia adalah seseorang yang selama ini dicintai oleh Tian. Tapi jika begitu, apa kaitannya dengan sesuatu yang berarti untuku. Apa aku juga mencintainya? Tapi aku ini kan Angel, bisakah Angel mencintai seorang manusia.

Hari itu Nico Menolaku sebelum aku tembak. Aku tak sadar, ia tahu sejak awal mengapa aku bertingkah seperti itu. Tapi ada nada aneh dari kalimatnya.

"Aku tidak mencintaimu, kau harus menemukan apa yang kau cintai."

"Kau harus menemukan apa yang kau cintai?" Aku mengulanginya,

"Mengapa dia berkata seperti itu?"  Selagi berpikir keras, Putri sudah berada dihadapanku begitu saja.

"Ah, ngagetin aja sih Put." Putri tampak seksama memperhatikanku.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Apa-apanya?" Tanyaku kebingungan.

"Apa kau sudah tahu?" Tanyanya lagi dengan ragu.

"Tahu apa?" Tanyaku tambah bingung.

"E... Ya semua tentang kehidupan Titian lah." Timpalnya maksa.

"Ada apa sih?" Tanyaku curiga.

"Apa apanya?"

Aku rasa ia tak berniat memberi jawaban, karena sejak awal ia hanya memutar balik perkataanku.

"Ah sudahlah, ada yang ingin aku tanyakan. Siapa aku, jika tubuh ini milik Tian?" Tanyaku meminta kepastian.

"Aku kan sudah mengatakan, kau adalah Angel Tian." Jawabnya dengan nada tulus.

"Lalu, mengapa aku tak ingat satu pun riwayat hidup, mati atau massa menjadi Angel itu sendiri." Aku mencari jawaban dengan cemas. agaknya keberadaanku perlu dipertanyakan.

Putri tertunduk, "Tian. Aku tak sanggup! tapi percayalah kau adalah Angel..." Matanya berkaca-kaca.

"Iya. Jika Aku Angel, lalu apa yang selama ini aku cari. Sesuatu yang berarti itu apa?" Tanyaku dengan mengiba.

"Maaf... Tapi kau harus mencarinya sendiri Tian. Hanya kau yang tahu, apa yang berarti untukmu." Kali ini Putri berkata lirih.

"Putri, mengapa aku tidak seperti dirimu. Bukankah kita sama-sama Angel, mengapa aku harus hidup sebagai manusia?" Tuturku semakin menyudutkannya.

"Karena kita berbeda Tian. Kau utuh, sedang aku tidak. Batas waktuku hampir tiba, aku yakin engkau akan lekas menemukannya."

oooooo

Pagi itu kepalaku pusing bukan main. Rasanya seperti dihantam benda berat ber ton-ton. Aku hanya mampu memeganginya dengan perasaan sakit yang teramat sangat.

Seperti ada bagian kosong yang disempurnakan dengan paksa, potongan puzzel yang di sematkan satu persatu dengan cepat. aku teriak, menahan sakit yang terlalu hebat.

Tak satu halpun kuingat, kepalaku menghantarkanku pada ujung-ujung yang selama ini buntu, dan mulai terbangun jalan-jalan baru yang mulus.

Seterhentinya semua pesakitan itu, kesadaranku pun pulih. Kulihat sebuh ruangan serba putih dengan alat medis disana sini. dokter, suster tampak panik. Tapi dengan keadaan yang mulai membaik, aku rasa mereka khirnya bernapas lega.

"Kau baik-baik saja?" Ucap salah satu dokter, meyakinkanku bahwa aku hidup untuk kedua kalinya.

Satu persatu alat-alat itu dipisahkan dari tubuhku, tinggal menyisakan satu infusan. Karena kondisi fisiku yang masih lemah. Kulihat Mama, Papa, Kakak, dan Adiku tengah setia menanti kesadaranku. namun ada satu sosok yang asing tapi sudah aku kenali.

"Nico." Sapaku dengan suara rendah.

"Ya. Ini aku!" Jawabnya meyakinkan.

"Apa yang terjadi." Tanyaku padanya.

"Kau mengalami kecelakaan mobil, beruntung kau masih bisa selamat." Ucapnya samar.

"Tapi, siapa kau. Yang aku ingat, kau bukan murid di SMANKU-ku." Terangku menodongnya.

"Aku anak baru, bukankah kau menemuiku dalam mimpimu. Sesuatu yang berarti itu bukan aku, tapi kamu."
Jelasnya membuatku semakin bingung.

"Apa yang sudah terjadi. Putri, dimana dia... aku ingin bertanya padanya." Kucari-cari, tapi Putri tak ada.

"Putri adalah dirimu sendiri, bagian dari kehidupan orang lain yang melindungimu."

"Apa?" Aku bergerak terlalu cepat, membuat tulangku terasa dibagian yang patah.

"Namanya Myu. Yang menyebabkan kecelakaan itu, kau ingat... ia adalah seseorang yang pernah kau selamatkan sebelumnya. karena itu ia berusaha membantu menyelamatkanmu sekarang." Mama, dan Papa memasuki ruangan setelah berbicara dengan dokter. Entah Kakak dan adiku ada dimana. Nico berpamitan setelah itu. Kejadian ini masih menggantung, dan menyisakan banyak kisah yang perlu aku cari tahu.

Yang jelas Nico berkata, "Kamu adalah Angel untuk Myu. Thanks...." di akhir ucapannya.