Bayangan kematianku Bagian 2

0 koment

Jumat, 24 Februari 2012


Aku bisa mengendalikan diriku sendiri, tapi bukan sebagai diriku melainkan sebagai orang lain...



"Aku tidak mengerti, aku tidak faham!" Pernyataan Pak Punk terasa aneh di telingaku, apa itu?



"Penglihatanmu dapat membuat terkaan yang akurat, bukan sebuah bayangan, atau sebuah harapan. Karena apa yang kau saksikan dalam penglihatanmu adalah hal yang akan benar-benar terjadi." Pak Punk merunduk, matanya ditenggelamkan ke dalam pikirannya. Aku tak mampu mengikuti sejauh mana aku bisa tahu apa maksudnya.



"Yang mampu kamu lakukan adalah kuat. Kuat dari rasa ketidak nyamanan, kekhawatiran, kegelisahan, dan 
rasa takut berlebihan seperti itu. Kau harus bisa menguasainya, jika tidak..."



"Jika tidak, apa yang akan terjadi?" Selaku. Pak Punk menatapku, tatapan itu penuh misteri, begitu kelam dan mendalam.



"Pak Punk... Apa, sungguh ini membuatku bingung!" Terdengar suara ketukan pintu. Krek, "Maaf Pak, saya..." Rian berdiri tegap ditengah pintu.



"Saya tahu,"



"Putri, kau bisa ikut dengannya!" Tambah Pak Punk.



"Tapi Pak, saya belum tau tentang..."



"Put. Ini penting." Sergah Rian cepat.



"Pergilah, jika saatnya tiba kau akan tahu itu apa."

>>>>>> 



Aku tiba di sebuah ruangan sempit bekas mading zaman dulu. Tapi tempat itu sekarang kami gunakan untuk kumpul karena sudah tidak terpakai. Awalnya ingin digunakan sebagai gudang, tapi sejak ada kabar yang aneh-aneh di tempat ini. Mereka enggan untuk menyimpan barang-barang di dalamnya.



Untung ada Sam, sesosok cowo yang gak cuma populer, kaya, dan keren. Tapi juga berani, dan punya rasa percaya diri tinggi untuk memenuhi rasa ingin tahu yang tingginya. Dengan bantuan Rian yang sedikit lebih pinter dari anak seumurannya, maka kami akhirnya membuat sebuah genk bernama Aura(Diambil dari pancaran bayang-bayang seseorang yang sering aku lihat)



Sebenarnya kami tidak begitu cocok. Aku termasuk anak yang pemalu dan pendiam, Rian lebih senang menyendiri, sedangkan Sam orang yang cool. Sebuah persamaan yang tidak bisa disatukan(Pendiam, penyendiri, dan cool), kurang lebih artinya jika disamakan, sama-sama tipe orang yang jarang berbicara.



Dengan kata lain, jika semua anggota punya sifat yang(kurang lebih) sama. Maka genk tersebut  tidak akan utuh, karena tidak bisa melengkapi satu sama lain. Tapi, kasus kali ini berbeda. Justru karena punya satu kesamaan itu, kita selalu satu pemikiran.



"Kau yang namanya Putri?" Tanya cowok tinggi yang keren itu.



"Yah, dialah orangnya..." Rian menimpali(Aku mengenalnya karena Rian satu kelas denganku meski tidak terlalu dekat).



"Kenalkan aku Samy," Cowok itu menjulurkan tangannya.



"Mau ngapain?" Tanyaku bodoh.



"Aku ingin berkenalan, tidak melihat tanganku?" Jelasnya, melihatku aneh.



"Em... ada apa? Rian dia ini siapa?" Tanyaku pada Rian, sedikit tidak nyaman untuk menghadapi dua cowok keren diruangan seperti ini(Jadi enggak sinkron, suasana sama tempatnya).



Aku sempat melihat Rian tersenyum, dan cowok yang mengaku bernama Samy itu garuk-garuk gak jelas. 

"Ah, bikin gua malu aja..." Samy menyauti keheningan.



"Gua kan udah bilang, Putri ini seperti apa. Maklum bro!" Ditepuknya punggung si Samy.



"Put. Dia anak baru, sebenarnya udah seminggu. Tapi dia kekeh pingin tahu tentang tempat ini." Dari penjelasan Rian sedikit membuatku enggan, agaknya ia ingin meminta seseuatu dariku.



 "Aku menceritakan kejadian tahun lalu kepadanya, bukannya takut dia justru bersemangat ingin cari tahu. Itu sebabnya aku sarankan untuk menemuimu dulu karena..." Bletak. Sebuah benda terjatuh begitu saja di samping pintu. Rian dan Samy terlonjak. Perlu diketahui bahwa ruangan itu tidak pernah dihuni, baik oleh benda hidup(Manusia) maupun benda mati. Ruangan ini sengaja dikosongkan.



Dengan jatuhnya benda itu, membuat kami berasumsi bahwa sesuatu telah terjadi, dan tidak ditemukan 
penjelasan untuknya. Beararti...



"Put. Apa ada yang kamu lihat?" Samy memecah keheningan.



"Aku? Kenapa?" Tanyaku heran.



"Rian bilang kamu bisa liat hantu!" Simpulnya asal.



"Apa, liat hantu... ngarang! Rian ngomong gitu?" tanyaku balik menodong Rian.


 
"E... bukan, aku cuma nyeritain apa yang pernah terjadi aja kok. Nggak bilang bisa liat hantu, Sam jangan ngaco!" Rian mengerutkan keningnya. si Samy justru semakin bingung.



"Apa tempat ini berpenghuni?" Tanya Samy lagi.



"Ih... udah dibilang. Aku gak bisa liat hantu!" Aku dibuatnya kesal, saat kemarahanku keluar. Jendela jadi bergetar, daun pintupun ikut melambai.



Aku sempat tersentak. Ini pertama kalinya aku menyaksikan yang satu ini, berlama-lama ditempat itu membuatku merinding kedinginan.



"Udah ah, apaan sih." Aku ngeloyor meninggalkan dua cowok paling keren seintaro SMA ini, yang masih aku anggap gak jelas.



"Dasar aneh!" Sambil berjalan aku bersungut-sungut karena kesal.



...........................



"Ah... kenapa harus dibahas, satu tahun yang lalu..." Kupandangi halaman sekolah dengan tatapan sayu.



"Marry meninggal di tempat itu." Hatiku membatin.



"Dan hari itu, ada kejadian serupa." Kututp mataku, berharap tidak menemukan apapun seperti waktu itu.



Marry masih dalam ingatanku, bahkan bayangan itu terlalu jelas. Saat Marry memintaku untuk mencari tahu alasan cowoknya bunuh diri di ruang mading sekolah itu. "Ah... Andai aku bisa, aku akan melakukannya!" Hatiku berubah nyeri. kenyataannya penglihatanku tidak bisa aku kontrol, penglihatan itu ada dengan sendirinya bukan diminta. Bagaimana dia bisa memintaku untuk melakukan hal yang aku sendiri tidak tahu itu apa.



Marry adalah temanku sejak kecil, aku berkali-kali mendapat penglihatan tentangnya. Aneh, kenapa hanya dia. Dan kenapa hanya pada saat Marry punya masalah, baru penglihatan itu ada. Aku menerka, mengira-
ngira. Mengingatnya membuatku takut, bayangan ketika Indra(Cowoknya) menyayat pergelangan tangannya, menusuk-nusuk jari-jarinya, Marry berada tepat di sampingnya saat kejadian itu terjadi.



tanganku bergetar, seringai Marry yang seram membuatku gemetar. Ah, aku selalu berpikir itu salah, itu hanya bayanganku, kekosongan pikiranku, dan kelelahanku hingga bisa bermimpi dan mengigo hal-hal aneh.



"Put!" Kudongakan wajahku, mencari raut muka yang mengeluarkan suara.



"Apa kau baik-baik aja?" Tanyanya khawatir.



"Aku baik," Jawabku simpul.



"Apa benar tidak ada apa-apa di sana?" Tanya Rian lagi.



"Rian, bukan seperti itu. Yang bisa aku lihat bukan arwah seseorang yang sudah mati." Bentaku, aku mulai tidak suka Rian menanyai pertanyaan-pertanyaan yang akan mengingatkan kejadian itu.



"Tenang Put! Begini... Indra cowok Marry yang tewas setahun yang lalu adalah kakak dari Sam. Samy yang mengajakmu berkenalan. itu salah satu alasannya sampai menemuimu." Terang Rian. Kali ini ia membiarkanku hanya mendengarkannya, tidak memaksa untuk menanggapinya.



"Ia merasa janggal, dan ingin meyakinkan kematian kakaknya itu." tambahnya.



"Kenapa sekarang, setahun setelah itu." Aku berkilah, berharap ia juga ingin mengubur masalah itu dalam-dalam.



"Karena ini. Diary yang di ambil dari Marry, Indra masih menyimpannya, dan... kalimat terakhir yang bertuliskan 'jangan mempercayainya untuk Samy ke Marry' adalah tulisan tangan Indra." Ditunjukannya penggalan yang sedang dimaksud.



Kepalaku pusing, terbawa angan-angan yang menangkap bayang-bayang.

>>>>>> 



"Ada Apa sih, ganggu tau enggak?" Semprotku, Sam dan Rian memasang muka serius.



"Aku melihat mereka." Ucap Sam menjawabku.



"Rey, Anto, dan Stevy." Tambah Rian.



"Bagaimana mungkin, mereka sudah..." Sedetik bulu kuduku meremang, Suasana Camp mendadak berisik oleh angin yang mengesek-gesekan ranting.



"Sam... ini tidak mungkin!" Ucapku tegas.



"Put, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri..." Sam panik, raut wajahnya bisa kupastikan jujur. Hanya saja, itu benar-benar... tidak... mungkin...



"Aku... aku tidak tahu... tapi mereka memperlihatkan dirinya kepadaku..." Tampak Sam benar-benar putus asa.



Sedang jauh di lubuk hatiku, aku jauh lebih tidak tau arang.

Bayangan kematianku Bagian 1

0 koment

            Sudah tiga hari, mimpi itu kerap mendatangiku disore hari saat menjelang malam. Atau tepatnya maghrib! Lagi-lagi bayangan itu menginginkanku untuk mengikutinya. “Siapa kamu! Siapa?” Aku tak mendapat jawaban apapun darinya.


            Akh, mengapa ia menginginkanku untuk mengikutinya. Siapa dia? Mengapa ia seperti bukan orang lain. Kejadian itu membuatku sering melamun,  membuatku seperti orang linglung. Wajahnya, rambutnya... semua! Ia adalah sosok diriku. Tapi mengapa?


            “Apa mimpi itu datang lagi?” Aku mengangguk. Sam terdiam, aku pun begitu. Ada kehawatiran yang menggangguku. Sam ikut tak tenang. Ada yang aneh dalam mimpi itu. Sosok itu ingin aku mengikutinya! Dan disisi lain Sam hadir sebagai bayaran.


            “Sam! Jika kamu punya pilihan. Aku atau hidupmu yang akan kau pertaruhkan?” Sam mendadak memeluku. Ada desah nafas yang memburu, begitupun detak jantung yang begitu kencang hampir terdengar jelas. Tak bisa kuuraikan bagaimana situasi itu, Aku pikir masalah sekecil itu tidak akan berbuah sebanyak ini.


            “Percayalah padaku! Aku tidak akan menyerahkan dirimu!” Sam semakin erat memelukku. Akh, aku menjadi enggan untuk mempercayainya. Perasaan was-was yang kualami membuatku melepaskan kepercayanku padanya dengan mudah.


            “Put! Kita harus bersama-sama. Berjanjilah?” Sam adalah seseorang yang paling takut dari kami bertiga. Jelas ia yang paling panik saat masalah ini sudah menjadi singgungan dikalangan peserta camp.


            “Sam. Berhenti memeluku seperti ini! Aku takut… Kau menyakitiku.” Badanku sakit. Pelukannya terlalu erat. “Sam. Aku ingin berhenti!” Sam bergeming. Raut wajahnya berubah, senyumnya tak nampak setelah kedatangan mimpi-mimpi itu.


            Berawal dari tragedy yang menimpa genkster gotcha yang sedang kami kerjai, Rey, Anto dan Stevy. Tapi nyatanya, di TKP terlihat mayatnya sangat mengenaskan. T-shert, jeans dan kain yang mungkin sedang dikenainya koyak. Ada bekas gigitan anjing, memar-memar dibagian perut, lutut, dan punggung.


            “Aku tak melakukannya! Lalu siapa?” Aku teriak pada Sam, Sam meyakinkanku bahwa tak akan terjadi hal yang buruk. Itu adalah sebuah kecelakan yang tidak direncanakan atau tidak  seperti yang kita rencanakan?


            Aku hanya mengambil kaca spion sebelah kirinya. Mana ada yang tau karena itu ia harus ditabrak trek yang juga melintas di jalan mangga. Anehnya saat kami periksa, tak ada mereka bertiga. Seharusnya tak ada yang terjadi, apa lagi sampai separah ini.


            Desas desus tentang kami diketahui. Pasti Pak punk akan menindak lanjuti kejadian ini. “Loh! Kenapa kita hawatir, kita tak melakukannya bukan?” Sam mencoba mempengaruhiku. Aku ragu! Ada sesuatu, ada yang membuatku banyak berfikir. Rasa takut itu bukan hanya karena kematian mereka. Tapi akibat dari yang sudah kami lakukan.


            “Kamu! Ini semua karena kamu.” Aku berlalu. Sam hampir meraih tanganku, sampai aku


menepiskan tangannya.

♣♣♣♣


            Dua minggu! Dua minggu cukup membuat dadaku sesak dalam situasi ini. Mimpi itu bukan hanya datang saat malam. Saat mataku terkatup, bayangan itu seketika ada dalam pandanganku. Sesekali aku menohok-nohok jantungku, karena ada rasa nyeri yang tidak beralasan. Ada apa? Tidak mungkin tidak ada apa-apa.


            Hatiku resah, bingung dan takut! Apapun yang aku lakukan itu tidak membuatku jauh lebih baik. Saat itulah kuputuskan untuk menemui mimpiku sekarang.


            Tek, tek, tek… perlahan-lahan kudekati. TKP yang sudah diamankan kini tidak dijaga. Jadi, aku bisa leluasa untuk memeriksa bagian yang tidak diketahui oleh petugas. Dengan sarung tangan plastic, buts, dan cadar! Untuk menutupi mukaku. Kuberanikan diriku untuk melihat tempat ditemukannya ketiga orang tersebut.


            Dek! Ada yang aneh. Ada sesuatu yang harusnya tidak ada ternyata ada. “Kaca spion itu….” Bibirku kering, lidahku kelu, keringat basah bermandikan ditubuhku. Dengan suasana hening, suhu dingin dan situasi pelik. Kuberanikan diri mengorek-orek isi mobil. Mungkin beberapa bukti sudah di efakuasi, tapi barangkali ada bukti yang tidak kasat mata yang bisa kulihat disini. Seperti mimpi-mimpi yang sering menghantuiku.


            Bletak! Ada bunyi sesuatu yang pecah, retak atau sejenisnya. Tapi saat kulihat, tak ada sesuatu hal semacam itu! Aneh. Ada banyak keanehan yang sangat janggal. Dan menakutkan.


            Tak ada yang berhasil kutemui. Tak satupun! Hanya berupa suara-suara hewan dan sayup-sayup kehawatiran yang ada.


Di Camp


            “Sam! Aku menemukannya… “  Sam menatapku, rautnya terlihat menerka-nerka. Tapi ia tetap diam agar aku dapat melanjutkannya.


            “Itu… Tiba-tiba…” Aku berusaha keras untuk mengungkapkannya. Tapi, badanku bergetar hebat! Ada perasaan ngeri yang sangat parah. Bayangan itu datang.


            Berupa beberapa pernglihatan tentang sesuatu. Beberapa bayangan yang sering menghantui dalam mimpiku, Ini seperti mimpi. Tapi bayangan itu sekarang ada, bahkan saat aku tidak tertidur.


            “Put. Tenanglah!” Sam memegangi tanganku, bibirku masih meraba kata-kata dalam mulutnya. Sam menjadi hawatir akibat yang menimpaku.


            “Aku melihat kaca sepion itu? Apa kau yang menaruhnya?” Kali ini aku ingin meyakinkan sesuatu. Sam menarik alisnya, kemudian ia berkata, “Apa kamu mencopotnya?”  Sam balik bertanya.


            … Tak ada satupun dari kami yang bersua. Jika itu bukan kami, lalu siapa? “Mungkin mereka tau dan menggantinya. Iyah! Mungkin mereka yang menaruh kaca sepion itu lagi!” Kali ini sam mengajukan pemikirannya. Kemungkinan itu besar. Tapi, mereka berangkat menggunakan mobil itu dengan tergesa-gesa, mungkinkah mereka bisa menyadari kehilangan kaca itu?


            Rumit! Ini teka-teki yang tak mungkin dijawab, setidaknya bukan pada mereka bertiga. Lantas siapa? Siapa yang harus kami tanyai tentang mereka? Sedangkan hanya kami bertiga yang tau benar bagaimana awal kejadiannya.


            “Yah! Rian, Rian juga ikut terlibat seperti kita. Setelah kejadian ini, bukankah ia tak pernah muncul. Kemana dia?” Sam mengingatkanku. Rian menyukai Stevy, mungkin dia juga yang membocorkan masalah ini. Apa mungkin?


            Aku dan sem beradu pandang. Lalu bergegas dan mulai mencari Rian.

♣♣♣♣


            “Heh! Dengar tidak! Siapa yang dicurigai?” Cila mendelik diantara kami. Aku, Sam, dan Rian. Aku tau maksudnya.


            “Ia. Mereka tertangkap basah saat melakukannya.” Angga ikut berkata bermaksud sama dengan Cila.


            “Aku juga dengar. Mereka melakukannya untuk balas dendam.” Ada banyak anak-anak yang ikut bersaut-sautan. Aku tak dapat melihat jelas siapa mereka-mereka. Yang pasti, anak-anak Camp sekarang sangat memperhatikan kami dengan kacamata kecurigaan.


            “Aku dengar hari ini Pak Punk akan meminta waktu kita.” Rian menunjukan raut acuh. Ia memang tak sehawatir kami, karena ia hanya tau rencana kami tanpa ikut terlibat didalamnya. Jika benar, dia yang memberitahu kaca sepion itu pada Stevy, kemungkinan kecelakaan ini bukan disebabkan oleh kami.


            Setelah menyeleseikan makan siang. Kami putuskan untuk berangkat bertiga untuk menghadap Pak Punk. Sebelum berhasil membuka pintu, bayangan itu hadir. Ini lebih samar dari biasanya. Tapi masih membuatku merinding dan pucat.


            “Put…” Sam menghentikan penerawanganku. Ada yang ia tahu, hanya saja ia bersikap wajar karena ada Rian. Aku tak menampik apa yang Sam lakukan lebih baik dari pada harus membuat Rian mengetahui semuanya. Dua orang sudah lebih dari cukup untuk merasa ketakutan.


            Krek, kulihat Pak Punk awas memandangi kami. Tatapannya tak ada yang luput, tak ubahnya sebuah tusukan yang menghujam jantung kami. Kata-kata yang segera dikeluarkannya adalah pamungkas untuk menjatuhkan kami.


            “Tak usah duduk! Apa yang kalian lakukan?” Ia masih mengetukan jari telunjuknya, rupanya ia juga sedang gelisah. “Put. Bapak ingin kamu tetap tinggal disini, kalian harus menceritakan kejadiannya atau Bapak yang akan menyeleseikannya.!”


            Sam dan Rian mengangguk. Sam tak yakin dengan apa yang diminta Pak Punk. Ia takut aku akan menceritakan salah satu maksud yang akan melibatkannya. “Kenapa hanya Putri Pak?” Pak Punk melotot. Ia tak ingin dibantah. Apapun yang dipintanya harus segera dilakukannya.


            Sam dan Rian menurut. Aku merasa akan ada yang buruk! “Kau tau apa kesalahanmu?” tanyanya lebih diperhalus. Aku cepat menggeleng. “Karena kamu mempunyai kesamaan dengan apa yang Bapak punya. Itu!” Aku berpikir, apa yang dimaksudkannya.


            “Maaf Pak, saya…”


            “Berhenti. Abaikan penglihatanmu, dan seleseikan masalah ini dengan segera!” tegasnya. Pak Punk membalikan pandangannya. Ia menepis sesuatu yang tidak diinginkannya. Tapi apa?


            Aku terdiam. Entah apa yang akan aku katakan, nyatakan, atau pertanyakan. Aku bingung, bahkan aku tidak tahu apa ini, yang ia maksudkan dengan penglihatan itu. Aku muak sampai membawanya dalam mimpi.