Dunia malam yang indah

0 koment

Jumat, 21 Oktober 2011



Dunia malam yang indah
Entah mengapa Belakangan ini, hidup mulai terasa berat. Entah karena aku yang kurang bersemangat, atau memang karena aku merasa lelah. Mulanya ini adalah hal kecil. Tapi, belakangan terakhir aku mulai terganggu dengan semua ini. Aku muak dengan nasihat mereka, aku jera dengan sikap baik mereka. Semua itu adalah kepalsuan yang berusaha mereka jaga. Padahal aku cukup mengerti untuk dapat memahami masalah mereka.
Hari ini pun sama. Karena tidak mau mendengar hal-hal yang akan membuatku sakit, lagi-lagi aku melakukan hal yang sangat mengecewakan. Barang-barang kesayangan yang susah kudapatkan kini berakhir dengan berkeping-keping. Apa pun yang kupegang pasti selalu seperti itu. Tak peduli lagi itu sesuatu yang penting atau tidak.
“Dee. Apa ada masalah?” tanya Kaka di sampingku. Aku masih diam, menyimpan rapat semua rasa dalam hatiku. Padahal, jika aku mau. Tentu aku pun bisa melampiaskannya padanya, atau mungkin aku bisa berteriak dan memakinya.
“Aku dengar…” Kaka tak berani melanjutkan ceritanya. Ia tau aku seperti ini juga karena itu. Aku hanya bosan untuk menjawab semua pertanyaan mulut yang meminta jawaban dariku. Ada apa? Kenapa? Akh, aku bahkan tidak tahu ada apa dan kenapa.
“Aku ingin sendiri.” jawabku pelan.
“Aku pikir, kamu butuh teman!” tuturnya. Mungkin ia sedang khawatir kepadaku.
“Aku baik-baik saja Ka . . . ” Kaka beranjak dari tempatnya semula, menepuk bahuku sebentar lalu berbalik meninggalkanku.
“Aku akan selalu ada jika kamu butuh!” katanya.
Seperginya Kaka kuhembuskan nafas kuat-kuat. Lega rasanya dapat sendiri dalam ketidaknyamanan itu. Setidaknya aku tak akan diganggu dengan beberapa pembicaraan yang akan mengingatkanku tentang kejadian itu.
Meskipun aku terlihat lari dari masalah. Sungguh! Ini adalah satu-satunya cara yang bisa aku lakukan untuk diriku sendiri dalam situasi seperti ini.
Kulihat jam menunjukan pukul 10.07 PM. Jika mereka tak menemukanku di rumah, mereka pasti akan membuat keributan di luar rumah.
Dengan perasaan kesal, kuambil handphone dan mencoba menghubungi orang di rumah. Setidaknya, biarkan mereka tau aku dimana.
“Halo Mam. Aku menginap dirumah Ree. Sudah dulu yah, Mmuah!” Segera kuakhiri agar ia tak berbicara banyak.
“Malam ini aku benar-benar ingin sendiri.” gumamku.
Tak terasa, suasana malam yang hening dapat sedikit menghiburku. Hanya saja! Aku lupa, aku belum makan sejak siang. Itu membuatku sedikit kelaparan.
Aku tersenyum sendiri. “Bagaimana aku bisa merasa lapar dalam keadaan sedih?” Heh… meskipun begitu, aku juga tidak akan makan. Sudah cukup larut untuk toko makanan yang buka.
Cuacanya bagus. Ada banyak bintang dimana-mana, bulanpun benderang dengan sempurna. Suasana taman jadi tidak begitu menyeramkan. Sekarang aku duduk bersender pada bangku panjang. Kulihat ada kunang-kunang dibagian yang paling gelap. Lampu disekitarnya temaram, menimbulkan suasana ramah dan hangat.
“Kenapa kalian tak pernah memberitahuku?” …
“Kenapa kalian tak pernah mau berbicara padaku?” …
“Mengapa kalian menyimpulkan tentang diriku, tanpa bertanya, mengapa?” …
Hatiku terenyuh. Aku bingung, ingin marah atau harus marah. Aku tak menyangka mereka mati-matian menyelamatkan hubungan mereka untuku, tanpa memikirkan perasaan mereka sendiri.
Aku tahu. Apapun yang terjadi, mereka selalu ingin yang terbaik untuku. Aku tau, seandainya mereka bicara pun, aku pasti akan marah dan meminta mereka untuk tetap bersama. Aku tau.
Hatiku sakit, sangat sakit. Pada akhirnya mereka tidak bisa menunjukan hubungn baik itu di depanku. Mereka memang sudah tidak saling mencintai. Bagaimana mungkin mereka bisa hidup bersama karena hal yang lain, meski untuk aku sekalipun.
Saat berurai air mata, aku berharap ada sebuah keajaiban seperti dalam cerita dongeng. Setidaknya untuk malam ini, aku berharap ada hal yang tak pernah ada dalam dunia nyata. Agar aku tak menemukan kedua orang tuaku bercerai dan menemukan cinta untuk mereka kembali.
Bibirku merekah penuh harap. Meski kosong aku akan tetap menikmati harapanku malam ini.
“Dee…”
“Eh…” Kubuka mataku, entah sejak kapan aku tertidur. Tiba-tiba aku sudah terbangun.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya.
“Yah! Aku hanya merasa pusing.” Jawabku sambil memijat-mijat kening sebelah kanan.
“Matamu sembab. Kubawakan air hangat dan potongan mentimun. Pakailah, itu akan menyegarkan matamu.” Tuturnya lembut.
“Siapa kamu? Darimana kamu tau namaku?” tanyaku cepat setelah sadar aku tak mengenalinya dan tempatku terbaring.
“Aku Jack. Namamu ada di samping kantung seragammu!” Jawabnya ramah, masih mempertahankan senyumnya.
“Beraninya kau berada ditempat itu malam-malam begini.” Katanya. Sambil beranjak untuk memindahkan makanan dari meja kearahku.
“Apa kamu kelaparan?” tanyanya.
“Malam? Aku dimana? Kenapa kamu bisa membawaku?” tanyaku masih heran, meski pernah mendapat jawabannya.
“Ini dunia malam. Jelas ada dimalam hari, Aku melihatmu terus berdoa sambil menangis. Aku minta ijin ibu agar dapat membawamu kemari. Aku harap kamu tidak seperti itu lagi.” Jelasnya lagi. Kali ini ia beranjak mendekati pintu.
“Mau kemana?”
“Aku harap kamu dapat merasa nyaman dan tenang sementara ini.” Tuturnya sambil menutup pintu.
Kulihat ruangannya tampak indah. Ranjangnya seperti yang kulihat dalam filem Princess Diaries. Lampu latarnya jauh lebih keren dari itu. Ada sofa panjang di dalam kamarnya, ada kulkas kecil dan tv yang cukup besar. Ruangannya selebar ruang tamuku. Aku rasa ia anak orang berada.
“Oh iya. Aku lupa berterima kasih!” Karena merasa tidak enak, kuputuskan untuk keluar mencarinya. Setidaknya aku harus menunjukan sopan santunku untuk seseorang yang sudah bersedia membantuku.
Saat kubuka pintu. Wush… Angin berhembus cukup kencang, badanku menggigil. “Mengapa suhunya jadi sedingin ini,” pikirku.
“Jack, Jack, dimana kamu?” Aku celingukan dibuatnya. Disisi kiri dan kananku terlihat lorong yang panjang. Diujungnya tak kulihat sebuah sinar, jika kususuri. Aku takut akan tersesat. Saat ketakutan menjalariku akhirnya kuurungkan niatku untuk menemuinya.
Badanku terasa nyaman ditidurkan dikasur seempuk itu. Hangat, tapi tidak membuatku gerah. Benar-benar membuatku relax.
Tidak berlama-lama, akupun memejamkan mataku cepat-cepat. Meskipun sayang dengan yang baru aku dapat, aku tidak lupa dengan kehidupanku yang sebelumnya.
“Dee…”
“Eh…” Kulihat jack sudah memandangiku.
“Oh. Kamu.” Aku sedikit kaku. Belum pernah ada laki-laki melihatku sedang tertidur, apa lagi saat bangun tidur.
“Aku lihat kamu sudah baik-baik saja!” tuturnya, sambil membawakan makanan yang sempat ditaruhnya di meja.
“Oya. Semalam aku ingin menemuimu. Aku ingin mengucapkan “Terima Kasih!” kataku malu-malu. Lagi-lagi ia hanya menawarkan sebuah senyuman.
“Jangan cari aku lagi. Karena aku yang akan datang menemuimu!” Eh,,, aku terkesima dengan jawabannya. Sekaligus terpana saat memandang wajahnya. Aku pun tersipu.
Jack lagi-lagi beranjak setelah memberikanku makan. Tapi kali ini aku merasa langkangnya terlalu jauh, saat ingin kupanggil dan memintanya untuk tinggal. “Jangan sedih lagi yah?” pintanya pelan. Lalu ia menutup pintu itu untuk kedua kalinya.
Heh… ini rumahnya, jelas aku tak bisa melarang kemanapun ia ingin berada. Tapi apa yang harus aku lakukan hari ini. Mengapa ia tidak mengajaku keluar.
Kulihat bajuku berganti. Piama yang kukenakan sejak aku berada disini entah ada di mana. “Aneh!” gumamku. Saat kurapikan tempat tidur, dan membuka gorden. Sejenak aku menatap heran. “Mengapa masih malam?”
Bintang-bintang diatap langit masih sama seperti bintang-bintang yang kupandangi semalam, begitupun dengan bulan dan kunang-kunang. Saat kuturunkan pandanganku dari apa yang pernah kulihat, saat itupun apa yang baru kulihat hilang.
Ruangan itu kini tinggal sebuah taman dekat tempatku tinggal. “Heh!” Aku terduduk. Menelan ludah. Badanku terasa dingin. Meskipun masih terlihat indah, suasananya kini jadi sangat menyeramkan.
Akhirnya kutinggalkan tempat itu dengan segera.

Esok harinya aku kembali bersama Kaka, sahabatku sejak kecil. Ia ingin aku menunjukan apa yang sudah aku ceritakan padanya. Sejak itu aku tak memikirkan masalah yang selama ini ada, rasanya kejadian itu memberiku waktu untuk menyita seluruh perhatianku.
Tapi Nihil, esok dan esoknya lagi dunia malam yang indah itu tak berhasil kutemui. Kaka sempat kecewa, mungkin dipikirannya aku sedang berbohong atau mengarang sesuatu untuk membahagiakan diriku sendiri. Meskipun begitu, aku tak melihat kemarahan itu. Kaka berusaha menjadi sahabat yang baik yang mau mendengarkanku.
“Maaf Ka. Aku tak dapat membuktikannya!” Kaka tersenyum.
“Simpan dalam hatimu.” Katanya, “Jika itu benar simpanlah terus dalam hatimu…” Tambahnya.
Aku lega ia berpikir seperti itu. Karena bagaimanapun aku juga tidak sedang berbohong! Karena itu aku juga merasa sedih. Mengapa dunia malam yang seindah itu hanya ada untuk sementara, untuk waktu yang tidak lama, dan tak bisa kutemui lagi hal-hal seperti itu.
Karena masih tak ada keajaiban apapun. Aku dan Kaka membicarakan apa yang sempat tidak kami bicarakan.
“Apa kamu baik-baik saja?” Tanya Kaka membuka pembicaraan.
“Lumayan, rasanya mulai membaik!” jawabku simpul dengan perasaan yang nyaman.
“Maaf yah Kak, hari itu aku…”
“Sudahlah. Aku tahu meski kau tak mencoba untuk membicarakannya. Lagipula ini bukan masalah yang bisa kamu ceritakan kepada siapa saja, karena ini menyangkut keluargamu.” Terang Kaka cukup bijak.
“Hanya saja aku khawatir, hal itu membuatmu tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa saat masalah itu tidak ada!” Kulihat pandangan Kaka menerawang. Kupegang tangannya, “Aku janji akan tetap baik-baik saja! Apapun yang terjadi dan apapun yang akan terjadi nanti.”
Kaka tersenyum denganku. “Apapun keputusan yang akan mereka buat, itu adalah urusan mereka. Aku hanya sebuah pertimbangan di dalamnya. Meskipun cerai bukan keputusan yang baik untuk menyeleseikan masalah. Tapi keputusan itu juga adalah yang terbaik yang bisa mereka pilih.” Pikirku.
Hari itu berlalu tanpa ada dunia malam yang indah. Aku dan Kaka pulang membawa kekecewaan plus harapan. Jadi kami tak menyesal untuk apapun.
Saat malam menjelang. Aku kembali berharap untuk sesuatu hal yang pernah tidak terkabulkan. Hasilnya, mimpiku membawaku kembali kesana.
“Aku tak berbohong untuk apapun yang pernah aku katakan. Karena aku sudah menemuimu bukan.” Kulihat Jack ditempat yang sama, situasi yang sama, dan dunia malam yang indah prcis seperti semula.
Aku hanya memberi senyum membenarkan kalimatnya, meski aku tak pernah tau bagaimana dunia malam yang indah itu sesuangguhnya seperti apa. 

Lentera EmJe,