Kulihat seorang gadis yang menyebrang jalan. Ada yang aneh, anak itu tidak menoleh. Baik untuk ke kiri maupun untuk ke kanan. Jalannya juga sedikit sempoyongan, tangannya seperti menopang tubuhnya kuat-kuat. Hanya itu yang aku lihat dari balik tubuhnya.
"Maaf. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku dari belakang. Mendadak dia berlari menembus kendaraan yang berlalu lalang. Aku panik, takut-takut kalo salah satu dari kendaraan itu menghantamnya.
Gerakannya lues, cepat. Mataku tak mampu mengikuti langkahnya. Beberapa detik kemudian gadis itu telah berada di ujung jalan dengan selamat.
Heh... Betapa leganya aku akan keberhasilan seorang gadis yang selamat dari maut dengan kondisi tidak memungkinkan.
Saat gadis itu menyebrangi jalanan. tak satupun kendaraan yang menurunkan kecepatan, membuat jantungku hampir copot saja.
"Siapa gadis itu, berani benar dia." Komentarku, setelah berlalu dari tempat semula.
oooooo
Sudah beberapa hari ini aku mengalami banyak hal yang aneh. Mulai dari mengerti bahasa binatang, mendengar percakapan orang dalam hati. dan melihat orang-orang yang aneh seperti waktu itu.
"Apa aku gila?" Pikirku dalam diam.
"Apa yang harus aku lakukan? menolong mereka? untuk apa aku mengetahui masalah pribadi orang yang tidak kukenal, kurang kerjaan.
Aku berjalan menyusuri sebuah gang sempit ke arah sebuah rumah. Tempatnya dikawasan kompleks yang cukup elit. Hanya saja, aku sering berjalan kaki jika hendak ke mini market di ujung kompleks yang dekat dengan jalan raya. Rasanya terlalu berlebihan jika aku harus menggunakan mobil dengan sopir hanya untuk mengantarku ke beberapa meter saja jaraknya.
Lagi pula, kadang keperluanku sulit untuk ditentukan. Perlu melihat bendanya terlebih dahulu baru memilih apa yang akan aku beli. Aku tak pernah berniat untuk membeli sesuatu tertentu sebelum berada di tempat yang ingin ku tuju. Itu sebabnya aku tak pernah menyuruh orang lain untuk membelikan sesuatu yang kumau.
Sebenarnya, Mama sering mengomel. Untuk apa jalan bolak-balik, padahal aku bisa membeli dalam jumlah banyak untuk kurun waktu tertentu. Seperti hal-hal yang bisa kita persiapkan jika nanti kita butuhkan. Tapi aku tidak seperti itu, aku selalu membelinya jika aku butuh saat itu, bukan untuk nanti.
Selagi diperjalan itulah aku sering menemukan hal-hal yang aneh dalam hidupku. Tepatnya satu bulan yang lalu, saat pertama kali aku berjalan beriringan dengan seekor kucing. Kucing itu menatapku sambil terus melangkah. Aku dekati saja dan memberinya sekaleng ikan. Tapi kucing itu malah meraih tanganku, lalu menjulurkan tangannya yang sedang memegangi sesuatu.
"Apa?" Tanyaku, seakan kucing itu bisa bersua.
"Meong... Meong..." Bunyinya. Aku bingung, lalu kusambut benda itu dan menyimpannya. Sebuah Bandul yang bisa dijadikan gantungan atau sebuah kalung. Tapi aku tak menjadikannya apapun dan menaruhnya apa adanya.
Setelah itu, kucing kecil pergi meninggalkanku beserta makanan yang bisa dimakannya. "Apa ia mengikutiku hanya untuk ini, bagaimana mungkin seekor kucing mengabaikan ikan segar seenak ini..." Pikirku keheranan.
Seminggu setelah itu, aku menemukan binatang yang sama. Kali ini tampak berbeda, lusuh, cacat, dan tertatih-tatih. Aku iba, dan memberinya beberapa buah kaleng ikan. Tapi lagi-lagi ia memilih untuk meraih tanganku. seraya ia berkata, "Tolong aku, kembalikan aku ke majikanku." Sontak aku menjauhkannya dengan kasar. Ku tengok sekelilingku, berharap ada kemungkinan lain, seperti ada seseorang didekat sini. Tapi nihil, hanya ada seekor kucing dihadapanku.
"Kau...?" Aku memastikan, kucing ini baru saja berbicara.
"Aku yang berbicara... Tolong aku, kembalikan aku pada majikanku."
Aku bergidik ngeri. "Masih adakah seorang manusia yang mengerti bahasa binatang selain Nabi Sulaiman?" Aku tak yakin pada diriku sendiri, lalu mengendong kucing itu layaknya seorang bayi. "Di mana rumah majikanmu?"
"Di sebrang jalan mini market yang sering kau lewati." Katanya kemudian.
Aku hanya menelan ludah tidak mempercayai kejadian ini, lalu berbalik kearah yang berlawaan untuk kembali ke tempat jalan raya berada, tepat di depan mini market.
Aku berjalan tanpa berusaha bercakap-cakap, aku tak ingin dilihat sebagai orang gila oleh orang lain. Karena itu aku membiarkannya terdiam sampai diujung jalan.
"Kita sudah menyebrang. Dimana rumah majikanmu?" Tanyaku sekali lagi.
"Berjalanlah lurus. Ujung jalan ini akan menuntunmu ketempat majikaku." Tuturnya, seolah ia adalah manusia yang menjawab pertanyaanku.
"Apakah ini rumahnya" Tanyaku beberapa menit kemudian saat tepat berada di muka salah satu rumah.
"Benar." Jawabnya singkat.
"Bisakah kau masuk, dan menciipi minuman dan makanan yang disediakan majikanku sebagai tanda terimakasihku?" Tanyanya ramah.
"Aku ihklas membantumu, tapi baiklah... aku akan mengantarmu sampai ke tangan majikanmu." Tuturku tak kalah ramah.
Rumah itu tak kalah besar dengan rumahku. Hanya saja rumah ini tampak gelap dengan cat warna coklat tua beserta aksesoris dari kayu dan batu disegala sisi. seperti sebuah dunia baru yang unik dan khas, beda sekali dengan rumah-rumah yang berjejer di sisi kanan dan kirinya.
"Spada... anybody home?" Segera setelah beberapa panggilan, pintu itu terbuka.
"Iya. Maaf, anda siapa yah?" Setelah ia melihat kucing itu, barulah pintu terbuka lebar dengan sendirinya tanpa penjelasan panjang dariku.
"Kiroro..." Disambarnya kucing itu dengan kasar. Agaknya ia tak berpikir itu akan melukaiku. Tapi tingkahnya memperlihatkan betapa senang peliharaannya kembali padanya. Aku ikut senang.
"Maaf. Bagaimana kau tahu tempat tinggal kucing ini..." Tanyanya sembari mempersilahkanku masuk pada akhirnya.
"Aku masih tidak mempercayainya. Tapi aku mendengarnya bicara." Jelasku. Ia telihat terkejut, responnya sama sepertiku saat mendengarnya. Tapi sedetik itu juga ia tersenyum, "Begitu yah..." Ucapnya.
"Silahkan..." Dibawakannya sebuah cake dan secangkir teh. Aku menyeruput tehnya sedikit, lalu berpamitan.
"Tidakah aneh. jika kau pergi begitu saja?" Ucapnya penuh maksud.
"Apa ada masalah?" Tanyaku heran.
"Tidakah kau berfikir aku tahu sesuatu... atau kau yang mengharapkan sesuatu dariku..." Tanyanya lagi dengan muka berharap.
"Em... Aku tidak memintamu untuk membalas budi, aku senang bisa menyelamatkan peliharaanmu, dan membantumu" Jawabku yakin.
"Ia juga mengatakannya, di balik daun pintu tadi!" Sahut seekor kucing itu.
"Apa kau juga bisa mendengarnya berbicara seperti manusia?" Tanyaku meminta jawaban.
"Yang kumaksud adalah itu. Aku tak pernah bertemu orang yang mengerti dengan apa yang ia katakan. Sebenarnya tidak semua bahasa hewan bisa kau mengerti. Tapi ada beberapa binatang yang seperti Kiroro, binatang pilihan. Karena itu, seseorang yang bisa mengerti bahasanya juga seorang pilihan." Penuturannya meyakinkan, tapi jalan yang diceritakannya yang tidak meyakinkan.
"Aku tak mengerti." Akuku.
"Bukankah kau seseorang yang menyapaku, ketika aku menyebrangi jalan?" Tanyanya seperti memastikan sesuatu.
"Em... Maksudmu. Kau adalah orang yang waktu itu..." Aku menebak, tapi masih tak berhasil untuk yakin.
"Ya." Jawabnya pasti.
"Siapa kamu, siapa kucing itu, siapa kalian..." Aku panik, mengetahui mereka orang yang berbeda dari orang-orang yang ada di dunia ini.
"Kami adalah Angel...." Seketika kucing itupun beranjak, terlihat segar bugar. Tampak sehat.
"Apa ini, bukankah tadi kau..." Aku mulai tidak nyaman, hatiku menjadi resah karenanya.
oooooo
Mataku masih kunang-kunang, padahal cuma berjalan beberapa meter. "Mang,,, bisa ambilkan Tian obat?" Pintaku dengan nada lemah. "Loh, Non kenapa? Mamang panggilin Bibik yah, atau Non pingin Mamang telponin Nyonya?" Sahut Mang Dadang panjang lebar.
"Tidak usah Mang, ambilkan juga air sama susu di kulkas..." Tambahku.
"Ya Non..." Jawab Mang Dadang sigap.
Hari ini semua anggota keluarga punya urusannya masing-masing, entah kemana. Bik Ila pasti masih sibuk nyiapin makan malam. "Ini Non... Tadi Bibik pesen, minum susunya jangan yang dari kulkas. Jadi Mamang ambilin yang ada di rak." Terang Mang Dadang.
"Oh. Ya udah, gak papa mang..." jawabku mempersilahkannya kembali bekerja.
"Kalo Non butuh sesuatu, Non panggil Mamang aja!" ucap Mang Dadang.
"Iya, makasih ya Mang..." Segera setelah Mang Dadang pergi aku meminum sebutir obat sakit kepala dan meminum seteguk air susu. Aku ini tidak bisa menelan obat yang gede-gede itu bulat-bulat, aku sudah terbiasa mengunyahnya mentah-mentah meski pahitnya minta ampun. Karena itu aku butuh sesuatu yang manis untuk pencuci mulut, termasuk susu tadi.
Bik Ina buru-buru menghadapku, mungkin kerjaannya telah selesei. "Non... Kenapa to Non..." Tanyanya prihatin.
"Gak tau ni Bik, mendadak kepalaku kunang-kunang. Mungkin semalam kurang tidur." Jawabku seadanya.
"Loh, kenapa to. ko Non jadi kurang tidur, Non lagi mikirin apa To." Bik Ila memijiti kakiku, sambil terus memperhatikanku.
"Bibik istirahat aja, aku akan tidur di kamar." Pintaku pada Bik Ila, mengetahui ia akan sibuk mengurusiku.
Semalaman aku memang tidak bisa tidur. Kejadian di rumah majikan kucing itu membuat kepalaku pusing tujuh keliling. rasanya, mau di susun dari bagian manapun, ujungnya tetap gak jelas. Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi denganku.
Gadis itu memperkenalkan namanya Adalah Myu. Ia tahu aku adalah orang pilihan. karena itu ia sering memperhatikanku diam-diam. Hanya saja dia butuh sesuatu yang meyakinkan, dan Kiroro berhasil membuktikannya.
"Maukah kau bergabung dengan kami?" Tanyanya ketika itu.
"Aku? kenapa aku, untuk apa dan kenapa?" tanyaku beruntun.
"Karena pada akhirnya kamu akan tahu apa yang kami lakukan, dan kamu akan terlibat dengan semua ini." Myu terlihat takut, tapi dia memberanikan diri menjelaskannya padaku.
"Aku sungguh tidak mengerti, dan aku juga tidak ingin mengerti. Urusi semua urusanmu, dan aku tidak akan mengurusi apapun yang menjadi urusanmu." Ucapku tandas, beranjak meninggalkannya dan Kiroro.
"Apa yang aku lakukan salah?" Tanyaku pada diriku sendiri. Kepalaku berdenyut saat ingatan itu kembali, rasanya sakit sekali.
"Apa yang harus aku lakukan? Menjadi temannya, yang katanya Angel?" Jawabku putus asa.
0 koment:
Posting Komentar