Sudah tiga hari, mimpi itu kerap mendatangiku disore hari saat menjelang malam. Atau tepatnya maghrib! Lagi-lagi bayangan itu menginginkanku untuk mengikutinya. “Siapa kamu! Siapa?” Aku tak mendapat jawaban apapun darinya.
Akh, mengapa ia menginginkanku untuk mengikutinya. Siapa dia? Mengapa ia seperti bukan orang lain. Kejadian itu membuatku sering melamun, membuatku seperti orang linglung. Wajahnya, rambutnya... semua! Ia adalah sosok diriku. Tapi mengapa?
“Apa mimpi itu datang lagi?” Aku mengangguk. Sam terdiam, aku pun begitu. Ada kehawatiran yang menggangguku. Sam ikut tak tenang. Ada yang aneh dalam mimpi itu. Sosok itu ingin aku mengikutinya! Dan disisi lain Sam hadir sebagai bayaran.
“Sam! Jika kamu punya pilihan. Aku atau hidupmu yang akan kau pertaruhkan?” Sam mendadak memeluku. Ada desah nafas yang memburu, begitupun detak jantung yang begitu kencang hampir terdengar jelas. Tak bisa kuuraikan bagaimana situasi itu, Aku pikir masalah sekecil itu tidak akan berbuah sebanyak ini.
“Percayalah padaku! Aku tidak akan menyerahkan dirimu!” Sam semakin erat memelukku. Akh, aku menjadi enggan untuk mempercayainya. Perasaan was-was yang kualami membuatku melepaskan kepercayanku padanya dengan mudah.
“Put! Kita harus bersama-sama. Berjanjilah?” Sam adalah seseorang yang paling takut dari kami bertiga. Jelas ia yang paling panik saat masalah ini sudah menjadi singgungan dikalangan peserta camp.
“Sam. Berhenti memeluku seperti ini! Aku takut… Kau menyakitiku.” Badanku sakit. Pelukannya terlalu erat. “Sam. Aku ingin berhenti!” Sam bergeming. Raut wajahnya berubah, senyumnya tak nampak setelah kedatangan mimpi-mimpi itu.
Berawal dari tragedy yang menimpa genkster gotcha yang sedang kami kerjai, Rey, Anto dan Stevy. Tapi nyatanya, di TKP terlihat mayatnya sangat mengenaskan. T-shert, jeans dan kain yang mungkin sedang dikenainya koyak. Ada bekas gigitan anjing, memar-memar dibagian perut, lutut, dan punggung.
“Aku tak melakukannya! Lalu siapa?” Aku teriak pada Sam, Sam meyakinkanku bahwa tak akan terjadi hal yang buruk. Itu adalah sebuah kecelakan yang tidak direncanakan atau tidak seperti yang kita rencanakan?
Aku hanya mengambil kaca spion sebelah kirinya. Mana ada yang tau karena itu ia harus ditabrak trek yang juga melintas di jalan mangga. Anehnya saat kami periksa, tak ada mereka bertiga. Seharusnya tak ada yang terjadi, apa lagi sampai separah ini.
Desas desus tentang kami diketahui. Pasti Pak punk akan menindak lanjuti kejadian ini. “Loh! Kenapa kita hawatir, kita tak melakukannya bukan?” Sam mencoba mempengaruhiku. Aku ragu! Ada sesuatu, ada yang membuatku banyak berfikir. Rasa takut itu bukan hanya karena kematian mereka. Tapi akibat dari yang sudah kami lakukan.
“Kamu! Ini semua karena kamu.” Aku berlalu. Sam hampir meraih tanganku, sampai aku
menepiskan tangannya.
♣♣♣♣
Dua minggu! Dua minggu cukup membuat dadaku sesak dalam situasi ini. Mimpi itu bukan hanya datang saat malam. Saat mataku terkatup, bayangan itu seketika ada dalam pandanganku. Sesekali aku menohok-nohok jantungku, karena ada rasa nyeri yang tidak beralasan. Ada apa? Tidak mungkin tidak ada apa-apa.
Hatiku resah, bingung dan takut! Apapun yang aku lakukan itu tidak membuatku jauh lebih baik. Saat itulah kuputuskan untuk menemui mimpiku sekarang.
Tek, tek, tek… perlahan-lahan kudekati. TKP yang sudah diamankan kini tidak dijaga. Jadi, aku bisa leluasa untuk memeriksa bagian yang tidak diketahui oleh petugas. Dengan sarung tangan plastic, buts, dan cadar! Untuk menutupi mukaku. Kuberanikan diriku untuk melihat tempat ditemukannya ketiga orang tersebut.
Dek! Ada yang aneh. Ada sesuatu yang harusnya tidak ada ternyata ada. “Kaca spion itu….” Bibirku kering, lidahku kelu, keringat basah bermandikan ditubuhku. Dengan suasana hening, suhu dingin dan situasi pelik. Kuberanikan diri mengorek-orek isi mobil. Mungkin beberapa bukti sudah di efakuasi, tapi barangkali ada bukti yang tidak kasat mata yang bisa kulihat disini. Seperti mimpi-mimpi yang sering menghantuiku.
Bletak! Ada bunyi sesuatu yang pecah, retak atau sejenisnya. Tapi saat kulihat, tak ada sesuatu hal semacam itu! Aneh. Ada banyak keanehan yang sangat janggal. Dan menakutkan.
Tak ada yang berhasil kutemui. Tak satupun! Hanya berupa suara-suara hewan dan sayup-sayup kehawatiran yang ada.
Di Camp
“Sam! Aku menemukannya… “ Sam menatapku, rautnya terlihat menerka-nerka. Tapi ia tetap diam agar aku dapat melanjutkannya.
“Itu… Tiba-tiba…” Aku berusaha keras untuk mengungkapkannya. Tapi, badanku bergetar hebat! Ada perasaan ngeri yang sangat parah. Bayangan itu datang.
Berupa beberapa pernglihatan tentang sesuatu. Beberapa bayangan yang sering menghantui dalam mimpiku, Ini seperti mimpi. Tapi bayangan itu sekarang ada, bahkan saat aku tidak tertidur.
“Put. Tenanglah!” Sam memegangi tanganku, bibirku masih meraba kata-kata dalam mulutnya. Sam menjadi hawatir akibat yang menimpaku.
“Aku melihat kaca sepion itu? Apa kau yang menaruhnya?” Kali ini aku ingin meyakinkan sesuatu. Sam menarik alisnya, kemudian ia berkata, “Apa kamu mencopotnya?” Sam balik bertanya.
… Tak ada satupun dari kami yang bersua. Jika itu bukan kami, lalu siapa? “Mungkin mereka tau dan menggantinya. Iyah! Mungkin mereka yang menaruh kaca sepion itu lagi!” Kali ini sam mengajukan pemikirannya. Kemungkinan itu besar. Tapi, mereka berangkat menggunakan mobil itu dengan tergesa-gesa, mungkinkah mereka bisa menyadari kehilangan kaca itu?
Rumit! Ini teka-teki yang tak mungkin dijawab, setidaknya bukan pada mereka bertiga. Lantas siapa? Siapa yang harus kami tanyai tentang mereka? Sedangkan hanya kami bertiga yang tau benar bagaimana awal kejadiannya.
“Yah! Rian, Rian juga ikut terlibat seperti kita. Setelah kejadian ini, bukankah ia tak pernah muncul. Kemana dia?” Sam mengingatkanku. Rian menyukai Stevy, mungkin dia juga yang membocorkan masalah ini. Apa mungkin?
Aku dan sem beradu pandang. Lalu bergegas dan mulai mencari Rian.
♣♣♣♣
“Heh! Dengar tidak! Siapa yang dicurigai?” Cila mendelik diantara kami. Aku, Sam, dan Rian. Aku tau maksudnya.
“Ia. Mereka tertangkap basah saat melakukannya.” Angga ikut berkata bermaksud sama dengan Cila.
“Aku juga dengar. Mereka melakukannya untuk balas dendam.” Ada banyak anak-anak yang ikut bersaut-sautan. Aku tak dapat melihat jelas siapa mereka-mereka. Yang pasti, anak-anak Camp sekarang sangat memperhatikan kami dengan kacamata kecurigaan.
“Aku dengar hari ini Pak Punk akan meminta waktu kita.” Rian menunjukan raut acuh. Ia memang tak sehawatir kami, karena ia hanya tau rencana kami tanpa ikut terlibat didalamnya. Jika benar, dia yang memberitahu kaca sepion itu pada Stevy, kemungkinan kecelakaan ini bukan disebabkan oleh kami.
Setelah menyeleseikan makan siang. Kami putuskan untuk berangkat bertiga untuk menghadap Pak Punk. Sebelum berhasil membuka pintu, bayangan itu hadir. Ini lebih samar dari biasanya. Tapi masih membuatku merinding dan pucat.
“Put…” Sam menghentikan penerawanganku. Ada yang ia tahu, hanya saja ia bersikap wajar karena ada Rian. Aku tak menampik apa yang Sam lakukan lebih baik dari pada harus membuat Rian mengetahui semuanya. Dua orang sudah lebih dari cukup untuk merasa ketakutan.
Krek, kulihat Pak Punk awas memandangi kami. Tatapannya tak ada yang luput, tak ubahnya sebuah tusukan yang menghujam jantung kami. Kata-kata yang segera dikeluarkannya adalah pamungkas untuk menjatuhkan kami.
“Tak usah duduk! Apa yang kalian lakukan?” Ia masih mengetukan jari telunjuknya, rupanya ia juga sedang gelisah. “Put. Bapak ingin kamu tetap tinggal disini, kalian harus menceritakan kejadiannya atau Bapak yang akan menyeleseikannya.!”
Sam dan Rian mengangguk. Sam tak yakin dengan apa yang diminta Pak Punk. Ia takut aku akan menceritakan salah satu maksud yang akan melibatkannya. “Kenapa hanya Putri Pak?” Pak Punk melotot. Ia tak ingin dibantah. Apapun yang dipintanya harus segera dilakukannya.
Sam dan Rian menurut. Aku merasa akan ada yang buruk! “Kau tau apa kesalahanmu?” tanyanya lebih diperhalus. Aku cepat menggeleng. “Karena kamu mempunyai kesamaan dengan apa yang Bapak punya. Itu!” Aku berpikir, apa yang dimaksudkannya.
“Maaf Pak, saya…”
“Berhenti. Abaikan penglihatanmu, dan seleseikan masalah ini dengan segera!” tegasnya. Pak Punk membalikan pandangannya. Ia menepis sesuatu yang tidak diinginkannya. Tapi apa?
Aku terdiam. Entah apa yang akan aku katakan, nyatakan, atau pertanyakan. Aku bingung, bahkan aku tidak tahu apa ini, yang ia maksudkan dengan penglihatan itu. Aku muak sampai membawanya dalam mimpi.
0 koment:
Posting Komentar