Misteri Lukisan Haruko

Kamis, 17 November 2011


“Har… Kamu gak usah takut.!” Heru berkata.
Aku terdiam, masih memandangi kanvas di depanku! Hening. Ada bayangan dalam kanvas, bayangan gelap yang menyelimutiku. Ada kabut yang menghalangi pandangan mata. Lukisan itu berubah jadi sekumpulan kepulan awan tebal yang kosong.
Heru juga menatapnya takjub. Aku tertunduk. “ Akan ada yang buruk,” gumamku. Heru tak bersua, mungkin ia baru sadar! Begitu ajaib hal yang baru ia saksikan.
“Her, Aku yakin akan terjadi sesuatu denganku!” Kali ini Heru tak mengelak. Ia mengerti mengapa aku berpikir hal yang sering aku katakan sebelumnya padanya.
“Har, kita balik!” pintanya, “Sekarang!” perintahnya.
Heru membawaku lari, kanvas dan alat lukisku terjatuh entah di bagian mana! Heru hanya menggenggam tanganku erat, dan terus berlari sekencang-kencangnya.
Hehh,,, hehh,,, hehh,,, hehh. Tanpa memperdulikanku, Heru tetap berlari sesuai dengan kecepatannya. Sembari terhuyung-huyung, sesekali aku terjatuh lalu dibangunkannya lagi, dan berlari lagi!
“Cukup Her! Aku cape. Lagi pula lukisan itu tak bisa berlari mengejar kita, lukisan itu juga bukan hantu yang bisa menampakan diri di manapun sesuka hatinya.” Heru melepaskan pegangnnya. Mungkin ia sadar, perkatanku ada benarnya.
Lukisan itu memang aneh, misterius dan tidak masuk logika! Tapi setidaknya, selama ini lukisan itu tetap seperti lukisan lainnya. Yang tidak berterbangan dan menghilang. Lukisan itu berbeda karena mampu merubah unsur lukisannya menjadi unsur lukisan yang lainnya, seperti gambar dalam 3D. kanvas itu benar-benar terlihat hidup.
Aku teringat sewaktu berfantasi mengabadikan wajah seseorang yang sangat aku cintai. Angga namanya! Tapi seketika itu juga, lukisanku berubah hitam, menggambarkan kejadian buruk yang akan terjadi dengannya.
Untuk pertama kalinya aku begitu syok. Menyaksikan lukisanku berubah warna, gambar, dan menambah sebuah peristiwa. Karena sehari setelah kanvasku berubah menjadi gambar sebuah tragedy itu, Angga mengalami hal buruk yang kemudian menewaskannya.
Saat itu terjadi. Aku mulai berhenti melukis, dan tak pernah lagi berani mendekati peralatan lukis itu. Tapi karena aku suka seni, dan keturunan keluarga seni, mau tidak mau akhirnya aku diharuskan untuk menggelutinya juga.
Ini pertama kalinya aku kembali melukiskan hatiku lewat kanvas. Awalnya aku hanya berani menggambar dalam kertas, karena gupem(guru pembimbing) tahu gambarku lumayan bagus, ia ingin agar aku menggambar dalam media yang cukup besar. Dari situ aku mulai melukis untuk tulisan-tulisan atau selebaran-selebaran yang akan dibuat.
Hanya dengan memotretnya, kemudian print lewat plotter(untuk ukuran yang sangat besar) maka dapat dibuat sebuah poster yang dapat ditempel seperti design grafis pada umumnya.
Sejak itu banyak tawaran untuk melukis, awalnya aku menolak jika media yang digunakan berupa kanvas. Karena bagaimanapun, setelah lukisanku selesei, proses pengeditan dan proses publikasi. Selama ini tidak pernah ada masalah. Jadi aku memberanikan diri untuk melukis kembali.
Sampai aku bertemu Heru. Heru adalah seseorang yang mampu menggerakanku untuk menyentuh media yang paling kuhindari. Kanvas!
Dan ini adalah pertama kalinya aku membuktikan kata-kataku kepadanya. Alasan mengapa aku begitu menghindari kanvas.
Benar! Perkataanku terbukti. Gambar itu hari ini terjadi, sekarang Heru hanya bisa menyesali dengan keinginan dan kepercayannya.
“Har! Aku tak menyangka, sungguh. Aku…!” Sedetik aku blenk. tapi sedetik lagi aku sadar. Hal yang sudah terjadi tak mungkin bisa kembali.
“Her. Aku yakin kamu akan baik-baik saja! Aku tak menyertakanmu di dalam gambarku.” Matanya bening, aku tau arti dari sorot itu dan ekspresi yang tertera di wajahnya. Ia terlihat pucat, mungkin keadaanya lebih buruk dari yang aku tahu. Tapi lagi-lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa.
“Har… Kamu baik-baik saja kan?” tanyanya. Aku tersenyum, “Lebih dari itu!” jawabku.
Heru memelukku, “Jika ada hal yang harus terjadi, itu karena aku Har…” Heru menangis mengawali kata-katanya, isaknya terdengar jelas. Begitupun dengan kata-katanya yang terlontar gemetar dari bibirnya.
“Her… itu belum terjadi, mungkin esok!” lirihku.
Heru menambah erat pelukannya, membuatku semakin pilu! Rasa takut itu pernah ada sebelum Angga pergi, setelah kepergiannya. Perasaan takut itu telah dibawanya. Hanya saja ‘aku tak ingin ada orang lain yang terluka karena aku’
♣♣♣♣
Aku mencari lukisan itu, aku penasaran dengan perubahan yang terjadi dengan gambar kepunyaanku. Saat hendak mengambilnya di balik celah batu, kakiku terhimpit, dan bongkahan tanah yang ada di sampingnya longsor. Aku terkesiap. “Benar saja. Lukisan itu mampu memperlihatkan masa depan yang sangat buruk” Hening…
Aku melihat wajah Heru disana! Ia menyaksikan kematianku di hadapnnya, entah ia terguncang atau begitu kehilangan. Tapi ia hampir saja melangkahkan kaki untuk menginjak bongkahan tanah rapuh itu.
“Jangan Her, jangan lakukan itu! Aku tidak akan ikhlas jika harus membawamu mati bersamaku!” Heru dapat melihatku, diurungkanlah niatnya untuk mendekatiku.
“Biarkan aku saja! Aku lebih ikhlas begitu.” Heru bungkam. Entah apa yang ada dalam bayangnnya. Melihat kanvas yang dapat berubah? Melihat wanita yang dicintainya dengan nyawa tak beraga?
Nyawa yang masih ia lihat sebagai Sosok Haru yang ia kenal. Sosok yang pada akhirnya bisa mencintainya setelah kepergian Angga. Sosok wanita yang…
“Heru! Tetaplah hidup untuku, mencari tahu apa yang selama ini tak pernah aku cari tahu. Tentang lukisanku…” Hanya itu yang mampu aku katakana. Hanya itu alasan yang dapat aku berikan mengapa ia harus tetap hidup.
“Har, Aku menanyakan ini. Polisi mengidentifikasi masalah yang logis! Tak ada kejanggalan dalam kecelakaan itu. Mungkin lukisan itu hanya berubah, tidak bener-benar menunjukan sebuah masalah.” Heru masih dalam tangisnya, hatiku sakit karena ketidak ikhlasannya melepaskanku pergi.
“Kenapa. Kenapa kamu harus kesini Har, jika tidak mungkin…” Heru berceracau mengeluarkan emosinya. Aku tahu ini salahku, kematian ini terjadi karena kecerobohanku mengambil keputusan. Andai aku tidak begitu memikirkannya, andai aku membiarkannya pada tempatnya tanpa harus mengambilnya, andai aku tak melebih-lebihkan kejadian ini. Mungkin…
Kali ini Heru terduduk, sekilas kulihat ia bersujud! Aku tak menyangka hal ini membuatnya begitu kehilangan. Aku pikir hanya Angga yang akan bersikap demikian, tapi ternyata tidak. Heru sedang melakukannya untuku.
Apapun yang terjadi, karena kanvas itu atau bukan. Takdir sudah ada yang merencanakan. Karena akhirnya sudah seperti ini, biarlah semua berlalu sebagai mana mestinya, dan menjadikan lukisan haruko ini sebuah misteri.
Tanpa ada pemecahan, taada yang dipecahkan, dan tak terpecahkan.
               
            Lentera EmJe,

0 koment: